Akhirnya...
Setelah
hampir setahun lamanya vakum dari dunia blogger rupanya saya masih bernyali
juga untuk menampakkan diri saya di sini meskipun hanya lewat satu halaman
tulisan saja. Tapi kalau boleh jujur, tampil dan kembali menulis setelah menyatakan
diri untuk tidak menulis lagi di blog, rasanya seperti memunguti kembali dengan
tangan air ludah yang sebelumna pernah dilepaskan dan dimuntahkan ke tanah
kemudian kembali memasukkan dan menelannya kembali ke dalam kerongkongan. Sebegitu
berat rasanya. Meskipun dulu saya tidak mengikrarkannya langsung melalui
tulisan di blog ini, tapi dengan ketidakpedulian saya pada dunia blog dan
kemudian vakum dari dunia tulis-menulis hingga yang terparah tidak membaca satu
judul buku pun selama masa vakum tersebut secara tidak langsung sudah bisa menegaskan
kalau saya benar-benar berniat dan mengikrarkan diri untuk tidak lagi aktif
dalam dunia blog.
Setelah
hampir setahun lamanya vakum dari dunia blogger rupanya saya masih bernyali
juga untuk menampakkan diri saya di sini meskipun hanya lewat satu halaman
tulisan saja. Tapi kalau boleh jujur, tampil dan kembali menulis setelah menyatakan
diri untuk tidak menulis lagi di blog, rasanya seperti memunguti kembali dengan
tangan air ludah yang sebelumna pernah dilepaskan dan dimuntahkan ke tanah
kemudian kembali memasukkan dan menelannya kembali ke dalam kerongkongan. Sebegitu
berat rasanya. Meskipun dulu saya tidak mengikrarkannya langsung melalui
tulisan di blog ini, tapi dengan ketidakpedulian saya pada dunia blog dan
kemudian vakum dari dunia tulis-menulis hingga yang terparah tidak membaca satu
judul buku pun selama masa vakum tersebut secara tidak langsung sudah bisa menegaskan
kalau saya benar-benar berniat dan mengikrarkan diri untuk tidak lagi aktif
dalam dunia blog.
Salam untuk Bung La Yusrie yang saat
ini masih sehat dan semangat selalu. Beliau adalah satu-satunya orang yang
menurut saya masih menyadari ketidakaktifannya saya di dunia blog selama vakum
dahulu. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Bung La Yusrie yang meskipun
hanya melalui sindiran-sindiran yang lebih bersifat ejekan daripada membangunn tapi
minimal tidak bisa membuat saya teringat pada blog saya meskipun itu hanya
sepintas terlintas.
Tidak ada pembahasan kasus ataupun
kisah atau mungkin opini yang sinkron dengan tema yang saya akan tulis dalam
tulisan kali ini. Lewat kesempatan ini saya hanya akan mencoba mengulas kembali
saat-saat sebelum vakum dulunya dengan beberapa pertanyaan utamanya, apa alasan
utama hingga saya ingin mundur dari dunia blog dulunya? Bagaimana rasanya
menjalani hari-hari tanpa menulis dan membaca? Dan, apa motivasi utama saya
sehingga kembali berani untuk menulis lagi di Blog?
Untuk yang pertama, soal penyebab
vakumnya saya dari dunia blogger. Ada begitu banyak alasan bagi kebanyakan
orang untuk disampaikan kepada orang lain guna membenarkan tindakan yang
diambilnya. Sama halnya dengan yang terjadi pada saya pribadi, tidak hanya satu
atau dua melainkan banyak alasan yang sebenarnya sangat masuk akal untuk
disampaikan hingga saya harus keluar (mencoba keluar) dari dunia blogger. Tapi
diantara begitu banyak alasan-alasan itu, tentunya ada satu alasan yang paling
menonjol yang membuat saya benar-benar ingin keluar dari dunia blogger. Semua
orang tentu tahu dengan yang namanya motivasi. Salahsatu bahan bakar utama
dalam diri manusia yang mampu menggerakkan setiap individu manusia hingga batas
potensi maksimalnya. Tanpa itu, semua aktivitas kita, semua gerakan kita
hanyalah akan menjadi gerakan bodoh dan
membosanan yang berjalan linglung tanpa arah, tanpa keindahan di dalamnya dan
akan membuat orang sangat mudah untuk menghentikan aktivitasnya itu.
Ada
begitu banyak mahasiswa yang tidak selesai perkuliahannya di Indonesia Timur
akhir-akhir ini, begitu banyak kasus bunuh diri dilaporkan di China beberapa
bulan belakangan, begitu juga dengan banyaknya kasus kriminal yang diberitakan
dibanyak stasiun TV di Jawa bagian tengah dan utara Pulau Sumatera. Keselurahan
kejadian itu melibatkan remaja-remaja dan mereka yang beranjak dewasa. Dan
salahsatu alasan utamanya karena retaknya jalinan asmara yang retak dari pelaku
masing-masing. Dampaknya tentu saja, seperti banyak kasus yang saya sebutkan di
atas kehilangan akal sehat, semangat hidup, hingga dendam yang menyiksa diri.
Dan untungnya, pada diri saya, dampaknya hanya membuat saya mengasingkan diri
dari dunia blogger saja. Biarpun tidak seperah di banyak kasus di atas, tapi
itu saya anggap tindakan saya itu adalah suatu langkah mundur yang semestinya
tidak harus terjadi jika saya berpikir lebih dewasa.
Kemudian
untuk yang kedua, bagaimana rasanya meninggalkan dunia yang sudah
berbulan-bulan hingga beberapa tahun lamanya digeluti, didalami, hingga telah
menjadi hobi karena salahnya pengambilan keputusan yang didasarkan atas dasar emosi
dan pemikiran jangka pendek?
Karena
menulis adalah hobi yang dipaksakan untuk ditinggalkan, maka setiap hari yang
saya jalani tanpa menulis menjadi begitu asing dan membosankan. Pada dasarnya,
hari-hari yang dijalani tanpa menulis itu adalah bukti komitmennya saya pada
kata-kata atau keputusan yang saya ambil untuk mundur dulunya. Bukti kesesuain
tindakkan saya dengan kata-kata saya. Pada awalnya, untuk meninggalkan dunia
menulis saya masih menjalaninya tanpa beban. Alasannya, karena prioritas
masalahku di awal-awal meninggalkan dunia menulis bukan pada bagaimana rasanya
menjalani hari tanpa menulis, melainkan masih berkutat pada pemulihan diri
menangkal efek down yang disebabkan induk masalah yang menyebabkan
saya mencoba hengkang dari dunia menulis itu.
Kehampaan
hari-hari tanpa menulis baru terasa ketika sebulan lamanya tidak menulis. Lebih
parahnya lagi, karena tidak aktifnya saya menulis, pada beberapa bulan
setelahnya tak ada satu judul buku pun yang tersentuh untuk sekedar dibaca.
Bahkan untuk membaca satu artikel tulisan pun rasanya sangat berat untuk saya
lakukan. Lambat laun, dengan konsistensi hari-hari yang saya jalani tersebut
saya merasa daya kritis saya turun drastis, bahkan untuk pengetahuan paling
dasar sekalipun saya tidak mampu untuk menimal tidak menyelam pada permukaan
masalahnya saja. Selain itu, rasa acuh dan kurangnya informasi juga menaungi pikiran
saya di setiap hari yang saya jalani. Ketika itu saya merasa kalau
informasi-informasi ringan tidak akan begitu berarti untuk saya. Bagi saya
pribadi menilai, saat-saat dimana kita tidak menulis atau sekedar membaca
adalah saat terburuk dan paling mengkhawatirkan dimana kita menjalani satu langkah
yang sangat mundur. Mundur yang saya maksud adalah ketika kita terhenti atau
menghentikan pemikiran kita untuk menuju pada kemajuan. Bahkan, jika
dibandingkan dengan beberapa orang yang memiliki pemikiran untuk maju, kita
benar-benar berada dalam kemunduran dalam arti sebenarnya. Tidak akan mampu
bersaing, tertinggal informasi, daya kritis yang berangsur-angsur menghilang,
dan yang paling parah terbuai alur kehidupan yang selama ini saya kritisi.
Dan
yang terakhir, kenapa kembali berani untuk menulis lagi setelah beberapa lama
vakum?
Banyak
orang mengatakan bahwa hal tersulit itu
adalah memulai, merintis, atau semacamnya. Tapi bagi saya pribadi, hal yang
paling sulit adalah kembali memulai setelah menyatakan mundur atau menyerah.
Selain karena rasa traumatik yang harus di lawan, kita juga harus punya alasan
yang sangat kuat untuk kembali lagi. Dalam hal yang lebih ekstrim lagi, orang
yang melanggar kata-katanya (menyatakan mundur) kemudian mengabaikannya dengan
berbagai alasan, sering diibaratkan seperti orang yang menelan kembali ludah
yang telah dibuangnya.
Biarpun
saya tidak pernah secara langsung menyatakan pengunduran diri dari dunia blogger
sebelumnya, tapi secara sikap orang sudah bisa menebak bahwa dari sikap-sikap
saya sebelumnya telah mengisyaratkan pemunduran diri saya. Kanda La Yusrie
sendiri tahu akan isyarat itu ketika dia pernah bertanya, “ kaa hunsaemo gahaa
a blogmu maicu laah?” kemudian saya tidak menggubris pertanyaannya itu. Tapi
saya tahu kalau Kanda Yusrie itu paling tidak, menaruh perhatian pada
perkembangan blogku dan tahu pada saat itu saya tidak berniat lagi untuk mengisi
kembali halaman-halaman di dalamnya.
Lalu
apa alasan mendasar saya untuk kembali mengisi lagi halaman-halaman di blog
ini? Apa motivasinya?
Sama
halnya saat mundurnya saya dari dunia blogger dulu, saya juga punya banyak
alasan untuk kembali menulis lagi seperti sekarang. Hari-hari yang begitu aneh
tanpa menulis, berkurangnya informasi yang saya dapatkan, hilangnya daya kritis
saya, jarangnnya saya membuka laptop, dan masih banyak yang lainnya yang
merupakan sebagian dari banyak alasan yang tidak mungkin saya sebutkan dalam
satu halaman ini. Namun, ada satu alasan yang paling berpengaruh dan berperan
penting dalam menyadarkan saya untuk kembali aktif menulis lagi. Alasan yang
menjadi kran bagi alasan-alasan lainnya untuk mengalir. Mesin penggerak yang lebih
dari sekedar bahan bakar, yang mampu menggerakkan hingga batas paling maksimal.
Motivasi, motivasi yang sama seperti mundurnya saya dari dunia blog dulunya.
Terakhir,
lewat tulisan ini saya hanya bisa menyampaikan ucapan terimakasih kepada
teman-teman saya yang masih mau mendengarkan cerita saya yang bersifat
curhatan, juga beberapa senior saya yang masih meluangkan kata-katanya untuk
menyindir. Dan yang paling utama, kepada mesin penggerak saya yang menyuntikkan
nyali pada diri saya, Melati Kecilku yang sekarang sudah berumur 16 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar