GU LAKUDO

GU LAKUDO
Masjid Agung Nurul Huda Gu-Lakudo

Jumat, 20 September 2013

SELAMAT DATANG KEMBALI, BLOG!

         
             Akhirnya...


Setelah hampir setahun lamanya vakum dari dunia blogger rupanya saya masih bernyali juga untuk menampakkan diri saya di sini meskipun hanya lewat satu halaman tulisan saja. Tapi kalau boleh jujur, tampil dan kembali menulis setelah menyatakan diri untuk tidak menulis lagi di blog, rasanya seperti memunguti kembali dengan tangan air ludah yang sebelumna pernah dilepaskan dan dimuntahkan ke tanah kemudian kembali memasukkan dan menelannya kembali ke dalam kerongkongan. Sebegitu berat rasanya. Meskipun dulu saya tidak mengikrarkannya langsung melalui tulisan di blog ini, tapi dengan ketidakpedulian saya pada dunia blog dan kemudian vakum dari dunia tulis-menulis hingga yang terparah tidak membaca satu judul buku pun selama masa vakum tersebut  secara tidak langsung sudah bisa menegaskan kalau saya benar-benar berniat dan mengikrarkan diri untuk tidak lagi aktif dalam dunia blog.

            Salam untuk Bung La Yusrie yang saat ini masih sehat dan semangat selalu. Beliau adalah satu-satunya orang yang menurut saya masih menyadari ketidakaktifannya saya di dunia blog selama vakum dahulu. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Bung La Yusrie yang meskipun hanya melalui sindiran-sindiran yang lebih bersifat ejekan daripada membangunn tapi minimal tidak bisa membuat saya teringat pada blog saya meskipun itu hanya sepintas terlintas.

            Tidak ada pembahasan kasus ataupun kisah atau mungkin opini yang sinkron dengan tema yang saya akan tulis dalam tulisan kali ini. Lewat kesempatan ini saya hanya akan mencoba mengulas kembali saat-saat sebelum vakum dulunya dengan beberapa pertanyaan utamanya, apa alasan utama hingga saya ingin mundur dari dunia blog dulunya? Bagaimana rasanya menjalani hari-hari tanpa menulis dan membaca? Dan, apa motivasi utama saya sehingga kembali berani untuk menulis lagi di Blog?

            Untuk yang pertama, soal penyebab vakumnya saya dari dunia blogger. Ada begitu banyak alasan bagi kebanyakan orang untuk disampaikan kepada orang lain guna membenarkan tindakan yang diambilnya. Sama halnya dengan yang terjadi pada saya pribadi, tidak hanya satu atau dua melainkan banyak alasan yang sebenarnya sangat masuk akal untuk disampaikan hingga saya harus keluar (mencoba keluar) dari dunia blogger. Tapi diantara begitu banyak alasan-alasan itu, tentunya ada satu alasan yang paling menonjol yang membuat saya benar-benar ingin keluar dari dunia blogger. Semua orang tentu tahu dengan yang namanya motivasi. Salahsatu bahan bakar utama dalam diri manusia yang mampu menggerakkan setiap individu manusia hingga batas potensi maksimalnya. Tanpa itu, semua aktivitas kita, semua gerakan kita hanyalah akan  menjadi gerakan bodoh dan membosanan yang berjalan linglung tanpa arah, tanpa keindahan di dalamnya dan akan membuat orang sangat mudah untuk menghentikan aktivitasnya itu.

Ada begitu banyak mahasiswa yang tidak selesai perkuliahannya di Indonesia Timur akhir-akhir ini, begitu banyak kasus bunuh diri dilaporkan di China beberapa bulan belakangan, begitu juga dengan banyaknya kasus kriminal yang diberitakan dibanyak stasiun TV di Jawa bagian tengah dan utara Pulau Sumatera. Keselurahan kejadian itu melibatkan remaja-remaja dan mereka yang beranjak dewasa. Dan salahsatu alasan utamanya karena retaknya jalinan asmara yang retak dari pelaku masing-masing. Dampaknya tentu saja, seperti banyak kasus yang saya sebutkan di atas kehilangan akal sehat, semangat hidup, hingga dendam yang menyiksa diri. Dan untungnya, pada diri saya, dampaknya hanya membuat saya mengasingkan diri dari dunia blogger saja. Biarpun tidak seperah di banyak kasus di atas, tapi itu saya anggap tindakan saya itu adalah suatu langkah mundur yang semestinya tidak harus terjadi jika saya berpikir lebih dewasa.

Kemudian untuk yang kedua, bagaimana rasanya meninggalkan dunia yang sudah berbulan-bulan hingga beberapa tahun lamanya digeluti, didalami, hingga telah menjadi hobi karena salahnya pengambilan keputusan yang didasarkan atas dasar emosi dan pemikiran jangka pendek?

Karena menulis adalah hobi yang dipaksakan untuk ditinggalkan, maka setiap hari yang saya jalani tanpa menulis menjadi begitu asing dan membosankan. Pada dasarnya, hari-hari yang dijalani tanpa menulis itu adalah bukti komitmennya saya pada kata-kata atau keputusan yang saya ambil untuk mundur dulunya. Bukti kesesuain tindakkan saya dengan kata-kata saya. Pada awalnya, untuk meninggalkan dunia menulis saya masih menjalaninya tanpa beban. Alasannya, karena prioritas masalahku di awal-awal meninggalkan dunia menulis bukan pada bagaimana rasanya menjalani hari tanpa menulis, melainkan masih berkutat pada pemulihan diri menangkal efek down  yang disebabkan induk masalah yang menyebabkan saya mencoba hengkang dari dunia menulis itu.

Kehampaan hari-hari tanpa menulis baru terasa ketika sebulan lamanya tidak menulis. Lebih parahnya lagi, karena tidak aktifnya saya menulis, pada beberapa bulan setelahnya tak ada satu judul buku pun yang tersentuh untuk sekedar dibaca. Bahkan untuk membaca satu artikel tulisan pun rasanya sangat berat untuk saya lakukan. Lambat laun, dengan konsistensi hari-hari yang saya jalani tersebut saya merasa daya kritis saya turun drastis, bahkan untuk pengetahuan paling dasar sekalipun saya tidak mampu untuk menimal tidak menyelam pada permukaan masalahnya saja. Selain itu, rasa acuh dan kurangnya informasi juga menaungi pikiran saya di setiap hari yang saya jalani. Ketika itu saya merasa kalau informasi-informasi ringan tidak akan begitu berarti untuk saya. Bagi saya pribadi menilai, saat-saat dimana kita tidak menulis atau sekedar membaca adalah saat terburuk dan paling mengkhawatirkan dimana kita menjalani satu langkah yang sangat mundur. Mundur yang saya maksud adalah ketika kita terhenti atau menghentikan pemikiran kita untuk menuju pada kemajuan. Bahkan, jika dibandingkan dengan beberapa orang yang memiliki pemikiran untuk maju, kita benar-benar berada dalam kemunduran dalam arti sebenarnya. Tidak akan mampu bersaing, tertinggal informasi, daya kritis yang berangsur-angsur menghilang, dan yang paling parah terbuai alur kehidupan yang selama ini saya kritisi.

Dan yang terakhir, kenapa kembali berani untuk menulis lagi setelah beberapa lama vakum?

Banyak orang  mengatakan bahwa hal tersulit itu adalah memulai, merintis, atau semacamnya. Tapi bagi saya pribadi, hal yang paling sulit adalah kembali memulai setelah menyatakan mundur atau menyerah. Selain karena rasa traumatik yang harus di lawan, kita juga harus punya alasan yang sangat kuat untuk kembali lagi. Dalam hal yang lebih ekstrim lagi, orang yang melanggar kata-katanya (menyatakan mundur) kemudian mengabaikannya dengan berbagai alasan, sering diibaratkan seperti orang yang menelan kembali ludah yang telah dibuangnya.

Biarpun saya tidak pernah secara langsung menyatakan pengunduran diri dari dunia blogger sebelumnya, tapi secara sikap orang sudah bisa menebak bahwa dari sikap-sikap saya sebelumnya telah mengisyaratkan pemunduran diri saya. Kanda La Yusrie sendiri tahu akan isyarat itu ketika dia pernah bertanya, “ kaa hunsaemo gahaa a blogmu maicu laah?” kemudian saya tidak menggubris pertanyaannya itu. Tapi saya tahu kalau Kanda Yusrie itu paling tidak, menaruh perhatian pada perkembangan blogku dan tahu pada saat itu saya tidak berniat lagi untuk mengisi kembali halaman-halaman di dalamnya.

Lalu apa alasan mendasar saya untuk kembali mengisi lagi halaman-halaman di blog ini? Apa motivasinya?

Sama halnya saat mundurnya saya dari dunia blogger dulu, saya juga punya banyak alasan untuk kembali menulis lagi seperti sekarang. Hari-hari yang begitu aneh tanpa menulis, berkurangnya informasi yang saya dapatkan, hilangnya daya kritis saya, jarangnnya saya membuka laptop, dan masih banyak yang lainnya yang merupakan sebagian dari banyak alasan yang tidak mungkin saya sebutkan dalam satu halaman ini. Namun, ada satu alasan yang paling berpengaruh dan berperan penting dalam menyadarkan saya untuk kembali aktif menulis lagi. Alasan yang menjadi kran bagi alasan-alasan lainnya untuk mengalir. Mesin penggerak yang lebih dari sekedar bahan bakar, yang mampu menggerakkan hingga batas paling maksimal. Motivasi, motivasi yang sama seperti mundurnya saya dari dunia blog dulunya.

Terakhir, lewat tulisan ini saya hanya bisa menyampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman saya yang masih mau mendengarkan cerita saya yang bersifat curhatan, juga beberapa senior saya yang masih meluangkan kata-katanya untuk menyindir. Dan yang paling utama, kepada mesin penggerak saya yang menyuntikkan nyali pada diri saya, Melati Kecilku yang sekarang sudah berumur 16 tahun.


_SEKIAN_


                                    http://ho.lazada.co.id/SHZ60h

Selasa, 22 Januari 2013

CINTA CAESAR #6





CINTA CAESAR MENGGEBU DALAM KHAYALAN
 



“ ha ha ha...” Caesar tertawa terbahak-bahak sendiri di gode-gode di hadapan para anggota MABES yang sedang bermain domino sesaat setelah mereka baru saja mengunjungi gode-gode yang membuat mereka penasaran. “ kalian ini,” katanya. “ saya sudah bilang, kalau masalah gadis, mana bisa saya bohong pada kalian.” Sambil terus terbahak-bahak.

“ tidak usah dengarkan dia,” kata La Otde setelah melihatFarllin yang terus melototi Caesar. “ BALA TIGA!” teriak Otde sambil membanting kartu double III pada tripleks tempat mereka bermain.

Rupanya Farlin masih sedikit penasaran pada Caesar. Dia tidak menghiraukan perkataan La Otde. “ Caesar!” kata Farlin menghentikan gelak tawa dari Caesar. “ Maksud kamu menunjukkan telapak tangan dan jari telunjuk pada kami ketika kamu pertama kali datang barusan itu, untuk apa?”

Caesar makin meledak tawanya mendengar pertanyaan dari Farlin ini. “ ha ha ha...” seterusnya. “ masa kamu tidak tahu, saya kira kamu laki-laki yang pernah pacaran, pasti kamu tahu maksudku.” Jawab Caesar.

La Otde dan Alan yang duduk bermain domino bersebelahan dengan Farlin terus melarang Farlin untuk melanjutkan bertanya pada Caesar. Namun karena rasa penasarannya yang sangat, dia lanjut berinteraksi pada Caesar.

“apa buktinya? Sementara di gode-gode tadi kami tidak menemukan bekas apa-apa?” tanyanya pada Caesar.

“ gadis yang saya maksudkan kali ini tidak sama dengan yang saya tunjukkan di jembatan dan di gode-gode itu.” Sambil tertawa-tawa. “ kalau gadis yang ini, dia tidak memakai jilbab, saya ketemu dengannya setelah saya baru saja pulang dari gode-gode itu?”
            
 “ ketemu dimana?” tanya Farlin.

“ di samping lapangan BADMINTON.” Jawab Caesar yakin.

“ wah, saya tidak mau pergi ke Badminton lagi untuk menemani kamu membuktikan hal itu.” Kata Farlin seolah mewakili yang lainnya. “ saya mau, kamu hadirkan buktinya di siini!”

Caear hanya tersenyum tipis mendengar desakan dari Farlin itu. Tentunya sambil meninggikan dagunya. “ oke oke, itu gampang sekali.” Katanya sambil merogog saku celananya.

“ untuk apa HP itu?” tanya Farlin.

“ coba kamu baca isi sms ini?” kemudian memperlihatkan isi smsnya pada Farlin.

“ kita ketemu dimana?”
“ di rumahku saja!”
“ rumahmu dimana? Saya tidak tahu kamu siapa.
“ di Mataole, di samping lapangan badminton. Saya tunggu sekarang!”
“ nama kamu?”
“ nanti juga tahu sendiri, yang penting kamunya datang dulu!”
“ di samping rumahku saja!”
  mau ketemu atau tidak?”
“ di samping rumahku, pokoknya!”
“ tidak usah kalau begitu!”
“ oke, di samping lapangan badminton!” Caesar menyerah.

Farlin hanya bisa ternganga membaca sms itu. “ ini betul, Caesar?”

“ ha ha ha...” tawa renyah Caesar. “ jelas, pastilah itu betul. Kamu sendiri kok yang baca.”

Xi xi xi xi...suara cekekikan tidak jauh dari tempat Farlin dan Caesar bercakap. Ternyata dia belum sadar juga kalau gadis yang di-smsny itu adalah ulah kami, pikir Alan dan La Otde sambil menahan tawa yang hampir pecah.

“ Farlin, kalau kamu tidak percaya, saya bisa telpon gadis itu sekarng!” sambil menunjukkan sms terakhir dari lawan smsannya itu. “ iya, kak. Kaka hati-hati di jalan. And, jangan lupa sebentar kalau ada waktu, ‘TELPON’ saya yah?”

“ oke, Kalau begitu kamu telpon sekarang!” Farlin lalu berdiri menghadap pada yang lainnya. “ Caesar mau telpon gadis pengagumnya, semuanya tolong jangan dulu banyak bersuara.” Lalu semuanya menjadi hening. “ Ayo, Caesar, kamu telpon sekarang. Semuanya mau dengar kamu bicara dengan gadis itu.”

Caeasar hanya tersenyum tipis, menertawakan keraguan Farlin yang tidak berdasar. “ tolong semunya jangan ribut!” perintah Caesar pada semuanya.

Tombol hijau sudah di pencet oleh Caesar dan kini di layar HP Caesar muncul tulisan memanggil kemudian di bawahnya ada nama dan nomor HP terpanggil. Nomornya betul tak salah sedikit pun.  Semuanya masih terdiam.

Zzzzttttt .....zzzzttttttt......zzzzzzzttttt....terasa ada yang bergetar lagi dalam saku celana milik La Otde. Namun kali ini bukanlah sms yang masuk melainkan telpon. “ bagaimana ini, Alan?” bisik La Otde padaAlan.

“ kamu matikan saja, tekan saja tombol merah secara diam-diam!” nasehat Alan. “ kamu tidak mau ‘kan kalau Caesar sampai tahu?”

La Otde langsung menekan tombol merah mengakhiri panggilan dari kontak Caesar. Dan seketika hubungannya putus.

Bukannya mengakhiri panggilannya setelah tahu panggilan diputuskan, Caesar malah terus saja menempelkan Hpnya pada telinganya.

“ bagaimana, Caesar?” tanya Farlin. “ sudah di angkat, belum?”

“ masuk!” kata Caesar. Lalu menyuruh Farlin untuk diam. “ halo, halo...” kata Caesar.”

Farlin dan yang lainnya hanya bisa terpanah dan terpaku melihat dan menyaksikan langsung bagaimana Caesar berkomunikasi dengan seorang Gadis.

“ Kasih Loudspeaker dulu kah!” Kata Farlin.

“ tidak bisa!” jawab Caesar. Lalu melanjutkan dengan mengambil posisi seperti sedang menyimak bahasan dari lawan bicaranya itu.

La Otde dan Alan hanya bisa merebahkan tangan. Seakan tidak percaya pada apa yang mereka lihat.

“ coba kamu lihat ulang Hpmu!” perintah Alan kepada La Otde. “ jangan sampai tombol merahnya belum kamu tekan.”

La Otde lalu melihat kembali pada layar Hpnya. Hanya latar menu yang terlihat oleh Otde. Tak ada tanda kalau dia sedang melakukan panggilan dengan Caesar. “ tidak, tidak... tidak ada panggilan di HPku.” Lalu menatap bingung pada Alan.

“ jadi?”

“ yah, saya juga tidak tahu.”

Sementara Caesar terus tertawa-tawa menggoyangkan bahunya. Sambil sesekali mengombal pada lawan bicaranya.

“ ayolah Caesar! Perdengarkan juga pada kami suara gadis itu.” Farlin memohon.

Caesar sama sekali tak mengubris permintaan dari Farlin. Terus berbicara dan fokus pada sudut HP yang menempel pada bibirnya. “ha ha ha...” dia terus tertawa. Lalu berhenti sesekali. “ saya lagi di rumah ini. Saya sendiri.” Kata Caesar berbicara di telpon. “ kapan lagi kita ketemu?” tanyanya. “ apa? Kamu belum punya pacar?” sambil melirik-lirik pada Farlin dan yang lainnya. “ kalau begitu saya mau tanya sama kamu..., bisa?” sambil memperbaiki posisi duduk. “ SAYA MAU SAYA JADI PACARKU???”

Ha ha ha ha... semua yang ada di Markas itu serentak tertawa-tawa dengan terbahak-bahaknya. Farlin terguncang-guncang bahunya tak mampu menahan tawanya. Sementara Andi tertawa-tawa dengan memukul-mukul sisi gode-gode. Laade memegang-megang perutnya sambil terus bibirnya cekekikan.

Caesar tidak menghiraukan tawa dari rekan-rekannya itu. Dia menyadari alasan mereka tertawa. “ eh...” katanya heran. “ ulang, bukan itu pale maksduku..” Caesar mencoba mengklarifikasi. “ saya ulang, KAMU MAU SAYA JADI PACARKU?” tanyanya lagi.

Laade yang masih belum menyelesaikan tawanya, kembali pecah lagi tawanya mendengar klarifikasi dari Caesar ini. Pun dengan Andi, belum tuntas dia tertawa-tawa, tawanya kembali pecah lagi bahkan  pukulannya pada gode-gode semakin kencang dan semakin kuat memberantakkan susunan domino yang sudah terlanjur panjang. Farlin dan yang lainnya juga demikian. Bahu mereka makin berguncang mendengar ucapan Caesar ini di telpon. “ kamu bodoh sekali, Caesar!” kata Farlin.
            
 Di tempat berseberangan, Alan dan La Otde sesekali juga pecah tawanya karena Caesar. “ sebenarnya...” Alan lalu manatap pada La Otde. “ Caesar itu, benar menelpon atau tidak?”

“ ha ha...” sambil tertawa, Otde mejawab tanya dari Alan. “ saya juga curiga, sepertinya memang tidak ada yang dia sedang telpon.” Jawab Otde Lalu bangkit berdiri menjauh dari Alan.

“ mau kemana?” tanya Alan.

La Otde tidak menggubris. Dia terus meloncat dan mendarat tepat di samping kiri Caesar. Secepat kilat, dia langsung menyambar HP Caesar yang masih tengah dipakai Caesar untuk menelpon.

“ owe...!!” kata Caesar lalu mencoba merebut Hpnya yang diambil La Otde.

La Otde melirik sebentar layar HP milik Caesar. Dia sepertinya bingung.

“ mari Hpku itu!” paksa Caesar.

“ alah...” La Otde menggelengkan-gelengkan kepalanya. Betul sekali dugaan La Otde dan Alan. “ kenapa tidak ada panggilan di Hpmu ini, Caesar?” kata La Otde. Suranya NYARING.

Sesaat setelah ucapan La Otde itu, secepat kilat HP milik Caesar telah berpindah tangan pada Caesar. “ kamu ini, orang masih menelpon.”

“ perasaan tidak ada tadi itu orang yang kamu telpon.” Kata La Otde.

“ siapa bilang?” jawab Caesar.

“ tadi itu saya bicara sama seorang Gadis.” Kata Caesar meyakinkan. “ kalau tidak percaya, Lihat ini.”

La Otde melihat pada arah yang di tunjukkan Caesar. Panggilan keluar _ 085396468XXX ( F4NS Qyu) . Baca La Otde. Benar sekali, ini nomor Hpku, pikirnya. Berarti barusan itu dia hanya akting saja!

“ belum tahu ternyata kau!” kata Caesar pada La Otde. “ ha ha ha...”

La Otde tidak bisa berkutik melihat tawa Caesar,meskipun diketahuinya bahwa apa yang di lakukan Caesar barusan adalah hanya akting belaka dan rekayasa. “ Caesar tadi itu sebenarnya tidak sedang  menelpon!” katanya nyaring pada yang lainnya. “ dia hanya akting.”

“ ha ha...” Caesar hanya tertwa renyah menanggapi ucapan La Otde ini. Matanya kemudian dia arahkan pada Farlin dan yang lainnya. “ kalian percaya bicaranya La Otde?” sambil melanjutkan tawanya.

La Otde hanya tersenyum tipis. Dia tahu sekali Caesar ini sangat pandai dalam berakting, apalagi dalam merangkai dongeng yang sistematis. Sebenarnya, La Otde bisa saja menjatuhkan Caesar untuk membungkamnya di situ pada saat itu juga.

“ Otde, sudahlah! Kamu jangan terlalu ribut! Kalau tidak tahu  masalah, sebaiknya diam saja. Diam lebih baik, seperti emas, kata Omku” Kata Caesar kembali tertawa.

Melihat Caesar yang sudah lupa diri, La Otde hanya bisa terdiam-diam, seperti sedang merencanakan sesuatu. Hanya sesaat. Dan, setelah itu matanya diarahkanny pada Alan. Alan membalas tatapan itu dengan menganggukan kepala. “ sudahlah, biarkan saja dia!” kata Alan. La Otde hanya mengikuti saran Alan membiarkan Caesar bersenang-senang dengan dongennya dan kembali bergerak menuju tempat awalnya, di samping Alan.

“ Gadis itu sangat cantik. Matanya seperti berbinar-binar, dan bibirnya....astaga, merah merona seperti  isi buah delima.” Katanya di hadapan Andi, Farlin dan yang lainnya.

“ terus apa kamu perbuat pada bibir itu?” tanya salah seorang dari mereka.

“ kalian mau tahu juga?”

“ sebenarnya tidak, tapi kamu tadi yang mulai.”

“ oke, saya akan jelaskan pada kalian.”

“ jangan, terlalu panjang nantinya cerita kamu itu!”
            
           Caesar kembali tersenyum lega. Merasa dirinya telah cukup berhasil meyakinkan kawan-kawannya akan kejantanannya dan sifat maskulin dari seorang laki-laki.

***

            Suasana kembali tenang. Lama tak ada percakapan. Dengan hati dan wajah berseri-seri, Caesar duduk memojok agak jauh dari rombongan. Dia tertawa-tawa tipis sambil melotot pada Hpnya. Sementara yang lain tengah sibuk mengatur kartu-kartu mereka untuk menghasilkan bantingan terbaik yang melemahkan lawan.
 
            Caesar tiba-tiba saja berdiri. Melompat dari gode-gode menuju permukaan aspal yang menghitam. Seperti akan bergegas kesuatu tempat.

“ kamu mau kemana?”

“ tidak, ada seorang gadis lagi yang mau bertemu dengan saya. Jadi , Alan, kamu duduk saja di situ bersama La Otde dan dengar kabar nantinya pada saya.”

“ oh, silahkan!”

“ oke!” jawab Caesar sambil lalu bergegas meninggalkan yang lainnya menuju arah lapangan Badminton.

“hati-hati, yah!” kata Alan, lalu tertawa-tawa bersama La Otde. “ kamu sms Caesar bagaimana tadi?” tanya Alan pada La Otde.
            kak, sorry! Tadi saya sementara bantu-bantu mamaku kerja untuk masakan sahur sebentar. Sekarang saya ada di samping lapangan Badminton. Kalau bisa kesini dulu!

“ ha ha...” tawa Alan pecah.. “ saya akan coba ikuti dia, barangkali saja, di sana saya bisa banyak membantu. Kita tidak tahu ‘kan apa yang akan ada dalam pikiran Caesar kalau dia kecewa untuk kesekian kalinya pada orang yang dianggapnya penggemar.” Turun dari  gode-gode lalu secara diam-diam membuntuti Caesar dari belakang yang telah lebih dulu meluncur cepat menuju TKP.

“ hati-hati!” nasehat Otde. “ sekalian, kamu pegang Hpku. Kalau-kalau nanti Caesar mengirimi lagi sms.”

***

Caesar hanya bisa terdiam memandang kosong ke depan. Dia seolah masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Gadis yang memintanya itu tak kunjung muncul juga. Padahal sudah belasan menit sejak dia tiba di tempat itu. Apa maskud gadis itu hingga dua kali dia tidak menampakkan dirinya. Apakah karena saya yang telat lagi datangnya? Setahu saya, setelah smsnya masuk di Hpku, saya langsug bergegas menuju tempat ini. Ataukah ada alasan lain? Pikir Caesar. ­Saya akan tunggu beberapa menit lagi di sini. Kemudian dia mengirim lagi sms pada gadis itu. Pesannya tiba pada tujuan. Terkirim. Seseorang membaca pesan itu.

Tiba-tiba saja, dalam diamnya, ketika tak ada lagi suara-suara yang dapat memancing konsentrasinya, satu tepukan pada bahunya mengagetkan Caesar dari diamnya. Akhirnya gadis itu datang juga. Sudah lama sekali kutunggui. Caesar lalu memalingkan wajah menoleh pada sosok yang menepuk bahuya itu. “ kamu... kenapa ada di sini?” ucap Caesar setengah kaget.

“ sudahlah, Caesar! Gadis itu tidak akan datang.”

“ apa kamu bikin di sini, Alan?”

“ mau melihat sosok gadis yang membuatmu nekat datang ke sini?”

“ oke, mari kita tunggui gadis itu!”

“ kita balik saja!”

“ kenapa?”

“ sudahlah, gadis itu tidak akan datang!”

“ dari manakamu tahu?”

“ tadi, kamu ‘kan  juga bohong soal gadis yang kamu temui di sini.”

“ tahu darimana?”

“ sudahlah, kita pulang saja dulu! Nanti saya jelaskan di Markas.”

Caesar menunduk sesaat sambil sesekali melempar pandangannya pada setiap sudut penjuru lapangan Badminton. “ iya, mari kita pulang!” ujar Caesar. Mereka lalu membalikkan badannya bersama-sama lalu melangkahkan kakinya untuk kemudian kembali ke Markas. “ kamu jangan cerita-cerita di Markas kalau saya tidak ketemu siapa-siapa di sini malam ini!”

Alan mengangguk.

***


Di Markas, sebelum Caesar dan Alan tiba di tempat itu, datang seorang bocah berumur 15 tahun. Dia sepertinya sangat terburu-buru untuk menyelesaikan tugasnya. Seperti sedang mencari sosok seseorang.

“ apa yang kamu cari di sini?” tanya La Otde.

“ Caesar. Dimana dia?”

“ untuk apa Caesar, Opan?”

“ tadi, setelah kami nonton sinetron KCB bersama-sama di rumah, dia lalu pergi tanpa izin.”

“ sinetron? Ku kira tadi setelah sholat isya, dia langsung menuju jembatan!”

“ ah, tidak! Dari usai shalat magrib hingga selesainya sinetron KCB setengah sejam yang lalu, kamu duduk manis menonton drama sinetron itu. Baru setelah itu, Caesar keluar menuju arah Mataoleo. Itupun setelah dia mendapatkan sms dari seseorang yang katanya seorang pengagum.”

La Otde hanya tersenyum tipis mendengar kejelasan posisi Caesar setelah shalat isya itu. Yang lain juga demikian. Mereka juga tersenyum tipis setelah dengan jelas dan yakin akan dongeng-dongeng yang diceritakan Caesar selama ini. Semuanya kemudian menggeleng-gelengkan kepala mereka.

“ sudahlah! Memang karakternya sudah seperti itu. Kita Maklumi saja! Itu mungkin salahsatu keahliannya yang diberikan oleh yang Maha Kuasa untuk kebanggaannya, mendongeng dan berkhayal. Dan itu tidaklah sia-sia. Darinya, kita tentu bisa mengambil beberapa hikmah untuk hidup kita,” kata La Otde.

“ jadi, Caesar ada dimana?” potong Opan di sela-sela kata-kata mutiara La Otde.

Dari kejauhan, lima belas meter dari Markas MABES, tampak dua sosok yang sangat tidak asing bagi anggota MABES berjalan mendekat kearah mereka. Di posisi depan ada sosok laki-laki berbadan tegap mengenakan calana panjang dan berambut modis dan mengikut di belakangannya sesosok laki-laki berjacket besar dan mengenakan sepatu  dalam posisi jalan tertunduk-tunduk.

“ itu Caesar dan Alan!” teriak La Otde.

“ itu betul, Caesar tepat di belakang.” Opan juga girang melihat sosok Caesar.

Tersisa beberapa meter saja, Alan berlalri kecil menuju rombongan anggota-anggota MABES yang berkumpul di Markas tapi tidak dengan Caesar, langkahnya tetap saja lambat.

“ LUAR BIASA CANTIK...” kata Alan. “ cantik sekali....”

Semuanya hanya terngangah melihat tingkah dari Alan ini. “ apa maksudmu dengan CANTIK?” tanya salahseorang dari mereka.

“ kalian mungkin tidak akan percaya. Tapi ini benar adanya.” Kata Alan dengan suara yang nyaring hingga terdengar jelas di telinga Caesar yang masih belum tiba di Markas. “ Caesar baru saja bertemu dengan sesosok BIDADARI yang benar-benar BIDADARI.” Katanya bersemangat.

“ benarkah itu Alan?”

“ benar sekali!” lalu mengedipkan salahsatu matanya kepada rombongan itu. Dan rombongan itu mengganggukkan kepala mereka tanda mengerti. “saya tidak temukan di antara pacar-pacar kalian yang bisa menandingi kecantikan dari wanita yang baru saja bertemu dengan Caesar di lapangan Badminton barusan.”

“ secantik itukah?”

“ cantik sekali!” kata Alan meyakinkan.

Caesar baru saja tiba pada rombongan itu, wajahnya seketika cerah mendengar ucapan-ucapan dari Alan yang tidak disangka-sangkanya. Caesar lalu coba mendramatrisir keadaan yang dimulai oleh Alan itu.

“ kulitnya putih terpancar bagai bidadari meskipun dalam selimut gelapnya malam.” Kata Alan makin semangat setelah kedatangan Caesar. “ kalau kalian tidak percaya, tanya saja pada orangnya, Caesar!” dia langsung menghadap Caesar. “ bagaimana, Caesar. Coba ceritakan pada mereka!”

Untuk sesaat, Caesar dibuat kaget oleh ulah Alan ini. Dia lalu menarik napas dalam-dalam sampai ke paru-parunya. Sangat dalam. “ BETUL sekali yang di ucapkan oleh Alan barusan. Pokoknya, malam ini saya senang sekali. Akhinya saya bisa bertemu juga dengan seorang Bidadari. Matanya bening, kulitnya seperti bercahaya, bibirnya tipis seperti simpul, dan ....” suara makin meninggi. “ pokoknya, kalau La Otde dia cari pacar di manapun, dia tidak akan bisa saingi cantiknya bidadari yang habis ketemuan dengan saya barusan. Orangnya baik, manis,...”

“ badannya seksi.” Tambah Alan.

“ iya, saya hampir lupa. Bodynya seksi sekali. Sangat proporsional. Kalau dibandingkan dengan artis-artis KOREA belum tentu bisa saingi Bidadariku itu.”

“ bidadarimu??”

“ calon Bidadari!” jawab Caesar. “ sebenarnya saya tadi tidak punya niatmau temui itu Bidadari. Tapi tidak tahu kenapa, Tuhan seperti menggerakkan hatiku, niatku... Dia nekat dan ini itu... matanya...termanis di Mataoleo” Caesar makin menggila dalam bercerita. “ seperti Mawar yang baru mekar....hidungnya...Mungkin itulah kenapa tulang rusuk Adam...”

Kenapa jadi begini? Caesar makin membabi buta dalam berdongeng. Pikir Alan dan yang lainnya. Tetapi mau diapa? Alan terlanjur memancing Caesar berdongeng dan yang lainnya juga terlajur berpura-pura sangat tertarik dan sangat mempercayai dongeng Caesar kali ini. Terpaksa, untuk menghargai Caesar yang sudah terlanjur menggebu-gebu, mereka hanya bisa gigit jari sambil menanti kapan Caesar menyelesaikan kisahnya.

“ begitu indah pada pandangan pertama, jacketku menjadi pelindung baginya, sepatuku, semakin menonjolkan karismaku... mungkin Bidadari itu JATUH CINTA pada saya, atau, sayakah yang jatuh hati padanya??” Kata Caesar masih belum melepas napas. “Kuat, dahsyat, lembut, tak terlihat, penuh harubiru, padat makna, isyarat, gairah. Itulah mungkin yang saya rasakan barusan. Mungkin itu CINTA.” Alan dan yang beberapa yang lainnya mulai terlihat menguap. “ CINTA MEMANG TIDAK TERDEFINISI” kata Caesar melepas sejenak napasnya dan terus –tanpa putus–  melanjutkan kisahnya tanpa ada yang berani memotongnya hingga sejam lamanya. Terus berlanjut sampai mungkin dia akan lelah.

_Kerumitan terletak pada antagoni-antagoninya
Tapi di situ pula daya tariknya tersembunyi
Kerumitan tersebar pada detil-detil nuansa emosinya
Berpadu atau berbeda tapi pesonanya menyebar pada kerja dan pengaruhnya yang teramat dahsyat dalam kehidupan manusia
Seperti ketika kita menyaksikan gemuruh badai, luapan banjir, atau nyala api
seperti itulah cinta bekerja dalam kehidupan kita
Semua sifat dan cara kerja udara, api dan air juga terlihat dalam sifat dan cara kerja cinta
Kuat, dahsyat, lembut, tak terlihat, penuh harubiru, padat makna, isyarat, gairah dan antagoni
Barangkali kita memang tidak perlu definisi
Toh kita juga tidak butuh penjelasan untuk dapat merasakan terik matahari
Kita hanya perlu tahu cara kerjanya
Cara kerjanya lah itu lah definisinya
Karena kemudian semua keajaiban terjawab di sana.­­_*


***


            Jam sudah menunjukkan pukul 11:45, Caesar masih belum terbendung dalam berkisah, terus membabi buta membungkam selaan-selaan yang coba datang menghentikkan kisahnya.




_SELESAI_




CINTA CAESAR #5





CAESAR DAN SINETRON KCB




Di perjalanan, saat suara gemuruh semangat mulai menghilang, dengan suara pijakan kaki yang sama berirama, Andi menyempatkan diri bertanya kepada Alan. “ Alan, sebenarnya... karena kamu, harga diri MABES agak sedikit menurun” keluh Andi pada Alan.

“ karena saya?” kata Alan keheranan. “ kalau boleh tahu, apa yang telah saya perbuat hingga sampai begitu?”

“ karena hobymu setelah shalat Isya itu.”

“ suka pulang ke rumah?”

“ bukan!”

“ terus?”
 
“ mmmm.... lebih dari itu.”

“ yang mana?” Alan mulai bingung.

“ tentang hobimu nonton sinetron itu.”

“ KCB maksudmu?”

“ iya, KETIKA CINTA BERTASBIH.” Jelas Andi.
 
“ oh, yang itu! Caesar juga hoby setahu saya” jawab Alan dengan legah. “ kalau 
menurutku itu tak mengapa.”

“ tak mengapa bagaimana?” kata Andi. “ itu ‘kan hoby kebanyakan perempuan dan ibu-ibu rumah tangga!”

  selama saya masih bersikap selayaknya seorang laki-laki ‘kan tak mengapa!”

“ iya, tapi ‘kan?” Alan menghela napasnya. “ jadi begini, soal sinetron itu, kisahnya itu ‘kan tentang kisah-kisah islamih. Jadi tidak seperti sinetron kebanyakan...lagi pula cerita di dalamnya cukup heroik dan dramatis serta menguras emosi penonton ketika menyaksikannya.” Kata Alan.

“ jalan ceritanya berbeda dengan kisah-kisah sinetron lainnya?”
 
“ berbeda dengan banyak kelebihan.” tambah Alan, yakin.

“ oh, kalau begitu, boleh yah kamu ceritakan sepenggal dari jalan cerita sintron KCB yang kamu nonton ba’da isya tadi sebelum kamu datang ke Markas.”

“ boleh saja.” Kata Alan.

Kepala Caesar seketika berbalik pada kedua sosok itu, Andi dan Alan. “ jangan!” kata Caesar. “ kamu tidak usah ceritakan, lagipula kita sudah dekat akan sampai ke gode-gode itu. “

“ masih lama sepertinya.” ucap Andi.

“ iya, lagipula kalau hanya cerita intinya saja, pasti sebelum gode-gode saya sudah selesaikan itu cerita.” Kata Alan memberikan jawaban.

“ pokoknya jangan!” Caesar sedikit memaksa.

“ kamu langsung cerita saja, Alan!” kata Andi yang semakin penasaran.

Abang Phyton yang juga mendengat percakapan itu, memalingkan wajahnya ke belakang menoleh pada sumber kegaduhan itu. “ cerita saja, Alan! Apa susahnya?” kata Phyton dengan suara lantang.

Dan, karena suaranya yang lantang itu, keseluruhan yang lainnya langsung terfokus pada sumber kegaduhan. Seketika suasana menjadi hening. Hanya suara langkah-langkah kaki yang jelas terdengar. Dan Alan, langsung menyadari itu, bahwa saat itu, ucapannya lah yang dinanti.

“ oke, saya akan bercerita.” Kata Alan.

Mendengar itu, Caeasar hanya melangkahkan kakinya beberapa jarak dari Alan, menjauhinya, menghindari dalam perjalanan terganggu dengan cerita Alan.

“ jadi begini!” kata Alan. “ ... Alan lalu bercerita, mencoba mengisahkan apa saja yang ia saksikan dalam sinetron Ketika Citna Bertasbih. Tepat setelah shalat isya, Alan seperti biasanya langsung pulang ke rumah untuk menyaksikan sinetron yang menurutnya bagus dan layak untuk ditonton. Ketika itu, pada saat Alan sedang mengatur posisi tinggi bantal untuk kenyamanannya dalam menonton sinetron, di televisi, tampak salahsatu adegan yang cukup menggetarkan hatinya.
Seorang perempuan cantik bertemu seorang laki-laki cerdas berpengetahuan luas di depan bangunan pesantren. Perempuan yang cantik bagai bidadari itu sangat tertarik pada sosok laki-laki yang baru ditemuinya itu.
Bidadari itu menyimpan rasa kagum pada laki-laki itu. Perhatiannya ia tujukan dengan nampak pada laki-laki itu. Dan si laki-laki, dengan jiwa besar, menerima dengan tangan terbuka perlakuan dan perhatian yang diberikan oleh si Bidadari. Beberapa hari berlalu, dan tetap saja perhatian Bidadari itu pada sang Laki-laki terus ia berikan. Kiriman-kiriman surat dan banyak suvenir terus ia hadiahkan pada Laki-laki itu, begitu juga sebaliknya, setiap kali sang laki-laki itu mendapat kiriman hadiah, barang atau surat ia juga selalu membalas dengan melakukan hal yang sama. Ha ini berlangsung untuk beberapa lama waktunya. Dan semakin sering dan intens dilakukan, Bidadari itu mulai merasa adanya hubungan spesial antara mereka. Bidadari itu meyakini kalau-kalau sang Laki-laki juga punya perasaan yang sama padanya seperti apa yang ia rasakan pada laki-laki cerdas itu.
            Hingga suatu saat, untuk mencoba meyakinkan dugaannya itu, sang Bidadari lalu berinisiatif untuk bertatap muka langsung secara empat mata dengan Laki-laki yang menjadi pujaan hatinya. Ia hanya ingin memastikan rasa yang dirasakan sang Laki-laki itu sama dengan apa yang ia rasakan. Keinginan untuk bertemu itu ia sampaikan pada laki-laki lewat surat dengan menitipkannya pada sahabat lelaki itu depan gerbang pesantren.
            ‘ Kak, depan musholah yah kita ketemunya?’ sebagian isi surat itu.
            Di hari yang di janjikan itu, ba’da shalat, tepat depan gerbang musholah,laki-laki itu menunggui Bidadari yang mengirimanya surat itu dan juga hadiah-hadiah sebelum itu. Laki-laki menanti dengan sabar sang bidadari. Cukup lama ia menanti. Karenanya, ia sampai menyandarkan wajahnya pada salahsatu sisi dari pagar musholah. Tiba-tiba, dari balik pintu, keluarlah jamaah perempuan. Ia melihat salahsatu sosok Bidadari yang telah lama ia nantikan. Dari balik pintu itu, Bidadari itu hanya tersenyum simpul memandang kepada wajah Laki-laki cerdas yang ada di balik pagar.
            ‘ Kamu sudah lama menunggu?’ kata Bidadari itu ketika baru saja tiba di hadapan lelaki itu.
‘ tidak selama seperti yang kamu maksud,’ jawab lelaki itu. ‘ malah saya  belum lama di sini.”
‘ oh, begitu yah? Kukira tadi kamu tidak akan hadir.’
‘ pasti saya akan hadir,’ kata Lelaki itu. ‘ untuk kamu, mana mungkin saya akan ingkari janji?’
‘ oh, begitu yah, kang Mas?’
‘ iya, ayuk kita tempat tujuan!’
 ‘ayuk, kita kesana.’
Mereka berdua lalu pergi bersama-sama ke tempat yang telah mereka janjikan sebelumnya. Tak seperti di film-film, mereka berjalan tidak dengan bergandeng tangan, hanya saja, ada jarak sejengkal yang memisahkan raga mereka. Dermaga. Termpat itulah yang mereka akan tuju. Sebuah tempat yang memanjakkan dengan tiupan angin yang sangat halus, memberikan rasa dingin namun suasananya menjadikan dingin itu sebagai latar yang sangat menjadikan romantis tempat itu. Di ujung Dermaga yang langsung berhadapan dengan derai dan hantaman ombak yang terpecah menghantam kayu-kayu angkuh penyangga dermaga, itulah tempat yang mereka tuju.
Lama keduanya tak bersuara. Baik lelaki itu maupun sang Bidadari yang sangat senang hatinya. Terdiam, dengan sejengkal ruang hampa udara yang menjadi pemisah mereka berdua.
‘ Kang,’ kata Bidadari itu memecah keheningan.
‘ ada apa?’ jawab lelaki.
‘ saya ingin tahu sesuatu hal, Kang.’ Katanya
‘ apa?’
‘ mmm....’
‘ apa?’
‘ bagaimana dengan hubungan kita ini, kang?’ tanya Bidadari itu.
Sang Lelaki dibuat kaget dengan pertanyaan itu. ‘ maksud Dinda?’
‘ hubungan yang kita jalani selama ini.’
Lelaki itu bingung, sejenak dia berpikir dan baru kemudian berani memberikan jawaban. ‘ kukira, saya menganggapmu sebagai seorang adik yang aku harus lindungi. Yang harus kuayomi’
‘ tapi kan...’ napas Bidadari itu sejenak tak beraturan. ‘ tapi, Kang sudah menunjukkan perhatian pada saya, terus apa maksudnya perhatian Kang dengan semua itu?’
‘ Dinda...’
‘ Kang mengerti tidak dengan perasaan saya?’
‘ tapi...’lanjut sang lelaki.
Bidadari itu membalasnya dengan diam. Kemudian memilih tak melanjutkan sepatah kata pun untuk lelaki itu. Dia mengerluarkan air mata. Makin deras keluarnya setiap hitungan detik.
‘ jangan begitu’
Bidadari itu malah semakin menjadi-jadi. Kemudian dia menatap mata sang lelaki. Juga, lelaki itu menatap tajam pada kedua bola mata Bidadari itu. Dan seketika suasana menjadi hening. Angin yang dingin begitu sangat terasa. Menyentuh lapisan dalam kulit sang lelaki. Pipinya begitu dibuat dingin olehnya. Sangat terasa dinginnya. Dan seketika... PLAAKKKKKK..... pipi sang Lelaki menjadi hangat dan memerah karena tamparan sang Bidadari. Tanpa sepatah kata pun, setelah tamparan itu, sang Bidadari lari meniggalkan sang Lelaki. Berlari sekencang-kencangnya menembus sunyi Dermaga itu. Berlari dengan sisa-sisa derai tangisnya. Tak perduli dengan apa yang menjadi lintasannya. Sang Lelaki hanya diam menyaksikan itu, tak bergerak, apalagi harus mengejar. Dia kemudian hanya bisa diam. Terpanah memandang Bidadari itu menembus gelapnya malam hingga berlalu dari pandangannya. Kemudian tertunduk diam tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Lalu, untuk menghibur diri sang Lelaki itu memilih untuk duduk terdiam di bawah heningnya lantai bambu Pos Ronda....Yah, kurang lebih seperti itu apa yang saya tonton barusan di rumah.” Kata Alan menjelaskan panjang ceritanya pada anggota-anggota MABES yang mendengarkannya.

Tepat setelah cerita itu berakhir, di depan rombongan itu telah tampak Gode-gode yang mereka cari.

“ Alan!” kata Andy. “ pos ronda yang ada dalam sinetron itu terbuat dari bambu, yah?”

“ ah.... betul sekali.” Jawab Alan. Lalu melangkah kakinya dengan langkah cepat mendekati gode-gode yang mereka tuju. “ Pos dalam sinetron yang saya nonton itu mirip sekali dengan gode-gode ini.” Kata Alan dengan sangat yakin.

Semua mata terbelalak menyaksikan kata-kata pembenaran Alan ini. Setting tempat yang diceritakan Alan itu sangat mengherankan mereka.

“ tunggu dulu.” Kata Andi ketika semuanya sudah merapati gode-gode itu. “ saya tidak asing mendengar cerita dari Alan barusan.”

“ iya, saya juga demikian!” kata Phyton.

“ sepertinya kisah itu belum lama saya dengar dan rasanya hampir semua aspek dalam cerita itu mirip dengan apa yang saya dengar sebelumnya.” Curiga Andi.

“ sepertinya beberapa menit sebelumnya sudah ada yang menceritakan kisah itu pada kita, tapi sependengaran saya, hanya setting tempatnya saja yang berbeda. Masjid dan pesantren, jembatan dan dermaga, Gode-gode dan pos ronda. Kenapa semuanya begitu mirip? Lelaki cerdas dan Lelaki pemakai jacket besar.” Sambung Phyton.

Semuanya lalu menjadi diam. Mata mereka secara berjamaah, kompak, lalu tertuju pada satu sosok manusia berjacket besar, Caesar. Dan saat itu Caesar lalu tertunduk ke bawah melihat pada arah sepatunya. “ adoh, sepertinya sepatu saya kotor” katanya. Lalu beberapa saat mengelap kotor yang melekat pada sepatunya itu. Dan sejurus kemudian dia bangkit lagi dengan badan hampir tegap. Tapi tetap saja, mata-mata liar sekelilingnya masih memndang curiga padanya. “ he he... kenapa kalian masih melihat saya?” tanyanya. “ sekarang kita sudah lihat gode-gode yang saya sudah ceritakan. Kalau begitu, mari kita pulang!” ajak Caesar.

“ sabar!” kata Andi. Lalu memegang lengan Caesar. “ kenapa kisahmu mirip dengan cerita Alan?”

Suara gemuruh menyusul keluar dari mulut-mulut anggota lain. Menpertanyakan hal yang sama dengan pertanyaan Andi.

Caesar mengambil napas sedikit. “ saya juga tidak tahu,” jawabnya sedikit di buat santai. “ ini mungkin hanya kebetulan semata, namanya juga takdir. Tuhan bisa menakdirkan apa saja pada umatnya baik itu sama maupun tidak pada tiap manusia yang berbeda-beda.” Katanya lagi.

Semua mata langsung terpanah pada Caesar. Meskipun dalam terang yang remang-remang tapi nampak jelas Caesar menyadari itu. Untuk sesaat tak ada respon. Dan, kemudian, secara berjamaah dagu-dagu kesemuanya mengangguk ke atas dan ke bawah pertanda setuju pada Caesar.Betul juga, itu mungkin kebetulan, Tuhanlah yang mengatur semua kebetulan itu. Pikir kesemua mereka. Yah yah, kurang lebih seperti itu.

Caesar legah, merasa puas telah berhasil membuktikan apa yang dia ceritakan pada teman-temannya meskipun pada saat itu hanya gode-gode kosong yang mereka saksikan. Tak ada sama sekali yang hangat-hangat seperti Caesar maksudkan. Farlin juga sudah memeriksa gode-gode itu, telapak tangannya tidak merasai adanya kehangatan yang membekas. Semunya pulang dengan rasa puas meskipun ada beberapa dari mereka yang masih merasa tidak puas namun untuk kepuasan Caesar terpaksa mereka juga ikut-ikutan kelihatan puas.


***
Bersambung...