GU LAKUDO

GU LAKUDO
Masjid Agung Nurul Huda Gu-Lakudo

Sabtu, 29 September 2012

DEDY, LALOOLE, DAN BANK MANDIRI



 OLEH : KEPITING BERSAYAP



Penerimaan mahasiswa baru, rupanya cukup merepotkan bagi mereka calon-calon mahasiswa baru tidak terkecuali Dedy dan Laloole. Penerimaan mahasiswa baru ini berlansung tiap tahun. Dedy dan Laloole tergolong calon mahasiswa yang cukup beruntung dibanding calon-calon mahasiswa lainnya. Pasalnya, oleh salahsatu Universitas terkemuka di Sulawesi Tenggara, mereka dinyatakan telah LULUS melalui Jalur Undangan. Orang sering menyebutnya dengan sebutan “ BEBAS TES”, yang artinya, mereka tidak perlu lagi untuk ikut dalam SNMPTN ( Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) yang banyak diikuti oleh banyak calon mahasiswa lainnya.

 Berdasarkan aturan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sebelum jatuh tempo, Dedy dan Laloole harus telah selesai mendaftar ulang di Universitas bersangkutan tempat mereka dinyatakan lulus. Namun sungguh naas, rupanya, peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengharuskan bagi mereka yang hendak mendaftar ulang untuk melakukan pembayaran pada Bank yang telah ditunjuk: Bank MANDIRI.
Dedy dan Laloole yang masih tergolong anak baru di Kota Kendari, baru saja tiba di Kota Kendari satu bulan lebih lambat dari mereka yang tidak lulus Jalur Undangan. Rupanya, Dedy ( Lakudo ) dan Laloole ( Wongko L.) ketika tiba di Kota Kendari, mereka lansung terdesak oleh waktu penutupan pendaftaraan yang tinggal menyisahkan beberapa hari lagi. Tak mau kecolongan, mereka berinisiatif untuk lansung melakukan pendaftaran ulang tepat sehari setelah kedatangan mereka. 

        Terlepas dari segala ketidaktahuan mereka selaku anak baru di Kota Kendari, mereka dengan nekatnya dan gagah serta beraninya melaksanakan misi mereka untuk mendaftar ulang di Bank MANDIRI.

Suatu hari, setelah keluar dari angkot yang agak panas, tepatya di sekitar perempatan Masjid Agung, Dedy dan Laloole yang tampak tengah terburu-buru, langsung saja mengarahkan pandangannya pada satu bangunan megah dihadapan mereka. Tampak bangunan kokoh nan tinggi serta anggun dari fisik bangunan itu membuat mereka terperangah sampai lupa akan ludahnya yang belum tertelan. Bangunan itu adalah Bank Mandiri Cabang Kendari. Bangunan yang dianggap wajib oleh mereka untuk dimasuki jika ingin menyelesaikan secepatnya proses pendaftaran ulang.

Pelan-pelan mereka meninggalkan pete-pete yang mereka naiki sebelumnya.

“ nengkeae Loole ? lansungmo damesua wae laloainia koo nengkeae? / bagaimana Loole? Kita lansung masuk saja kedalam atau bagaimana?”

“ koemo noompona a haa !! dopesuaana !! / tidak usah lama !! mari kita masuk”

“maimo pa a !! / ayolah kalau begitu !” jawab Dedy setengah ragu.

        Waktu itu, tahun 2010, dari pihak Bank MANDIRI, telah menyiapkan tempat khusus bagi calon mahasiswa baru untuk melakukan pendaftaran ulang. Tempat yang telah disediakan, terletak disekitaran tempat Parkiran Nasabah yang ada dibelakang bangunan Bank. Alasan ditempatkannya tempat pendaftaran calon mahasiswa baru dibagian belakang bank, adalah untuk menghindarkan desak-desakkan antara Calon Mahasiswa baru yang antri ramai bagai semut, dengan Nasabah Bank yang antri rapi bagai antrian bebek. Calon mahasiswa diberikan tempat yang luas dibagian belakang bank, agar mereka dapat leluasa berdesak-desakkan dan bertebaran seperti layaknya antrian di Kamomose. Sementara tempat bagi nasabah Bank yang antrinya rapi, masih ditempat yang seperti biasanya: dibagian pintu masuk utama. 

Aturan pemisahan tempat antara calon mahasiswa baru dengan nasabah bank ini telah diketahui khalayak ramai, namun sepertinya belum sampai ketelinga Dedy dan Laloole.

        Setibanya di Halaman Bank dekat pintu utama nasabah bank, Laloole sedikit terhenti langkahnya dengan penuh keraguan sambil sesekali memandangi Dedy yang masih berdiri dipinggir jalan samping perempatan. Laloole sedikit naik darahnya dan memanggil dengan keras Dedy yang ada dipinggir jalan.

“ metaanta ae hampano Dedy ao kamponamua…??? / apa kamu tunggu Dedy kenapa lama sekali?”

“teimo… paindulumo… abayara o kedei-dei pete-pete kasawiainie… / silahkan… duluan saja… saya masih mau bayar ongkos pete-pete yang kita naiki ini…”

“oh..umbe gahaa a laaah?? kabayarano…. veleengkea ao limpumo wa a…. / oh ….iya…bayarannya ternyata ... saya hampir lupa…”

“laahu maicuaaa….gahaa a mina o bayara a laah??…!!! koemo…maka abayarangko indidi… / Kamu ini…kau belum bayar ternyata…!!! Tidak usah, nanti saya saja yang bayarkan kamu” sambil mengeluarkan selembar uang lima ribuan kepada sopir pete-pete.

Pete-Pete : Tempat Dedy dan Laloole Menuju Bank MANDIRI
Setelah  bertransaksi dengan sopir angkot, Dedy sedikit heran dengan apa yang dilihatnya, “ biasanya yang namanya pendaftaran ulang itu, selalu ramai dan berdesak-desakkan, tapi ini sunyi seperti hari-hari biasa” pikir Dedy tanpa menularkan keheranannya kepada Laloole. Namun Laloole bukanlah tipe orang yang suka menganalisa segala yang dilihatnya seperti Dedy. Menyembunyikan keraguaanya, Laloole bangkit dari ketertundukannya, lalu membusungkan dadanya lebih tinggi diatas perut, pertanda dia telah siap melawan rasa takut dan rasa khawatirnya. Dia berjalan menuju teras Bank yang terlihat mengkilap pantulan cahayanya kemudian diikuti dari belakangnya, Dedy dengan langkah malu-malu.

“ nobenarimo hampano Loole kangka aicua kah? / sudah betulkah itu Loole jalan yang kita tuju?”

“ haamo wa a.!! maka dameena wae laloa.. / ikut saja . !! nanti kita tanya didalam..” jawab Loole sambil menatap tepat depan teras yang mengkilap seperti lantai rumah yang telah dipel itu. “eehh…… ao kabersiino teheleee inia… maimokoo….padamo ingke do pel ea…/ eeeh…. Bersih sekali lantainya…. Barangkali baru selesai dipel”. Sambil berhenti melambatkan ayunan langkahnya dan berhenti mendadak tepat 5 cm dari teras Bank MANDIRI.

“laahunia fekaambambanoa… koe memente-mentea…. / jangan kamseupai begitu …jangan banyak heran…” Dedy menegur Laloole yang berhenti mendadak dan terheran-heran karena silaunya lantai teras Bank MANDIRI.

        Melihat situasi itu, Dedy makin heran dengan tingkah Laloole yang berhenti tiba-tiba depan teras bank. Dia sangat penasaran dengan apa yang akan diperbuat oleh kawannya itu, “naeyafa i Loole maicua labu nociehe see maicua baha..?? / apa mau di bikin Loole…kenapa dia berhenti disitu tiba-tiba..??” pikir Dedy sejenak sambil menatap Kaki Loole yang berbalutkan sendal Eiger.

Dengan sangat kagetnya, Dedy melihat Laloole tampak sedang menggoyangkan-goyangkan kakinya lalu membuka sebelah kira Sendal Eiger yang dipakainya. “ ooh… keleengkea nokoito a e no labu noali sandalino maa… / oh..barangkali gatal kakinya ..makanya dia buka sebelah sendalnya..” Dedy menghibur pikirannya yang was-was setelah melihat Loole.

Ketenangan pikiran Dedy tidak bertahan lama, Laloole melanjutkan dengan membuka sendal Eigernya yang sebelah kanan lalu meletakkan dengan rapinya sepasang sendal Eigernya tersebut. Dedy semakin bingung bercampur panik ketika melihat Laloole menuju ke arah pintu utama Bank Mandiri dengan bertelanjang kaki, sementara sendalnya dibiarkan dibawah teras. “oohh…nopada…nakumala na amai mie anoa maa?? / wah ..bahaya..mau kemana itu orang ??”.

        Melihat pemandangan yang sedikit mengganjal hati itu, Dedy kemudian secara teratur menarik satu, dua, hingga tiga langkahnya kebelakang menjauhi Laloole. Dentuman langkah kaki Dedy dihalaman parkiran ternyata tidak luput dari pendengaran Laloole. Laloole berbalik dan memanggil Dedy yang sedikit bartambah jauh jaraknya,

“ maimo pa a Dedy dopesuaana… medaftar ulang kapaie? / mari sini Dedy kita masuk … mau daftar ulang atau tidak?” Laloole sedikit menekan.

Gaya Dedy Ketika Menghisap Rokok
“ teimo wa a… ndo agumomi kedei-dei tabakokuini… naopulimo inia… / silahkan duluan…saya masih mau menghisap rokokku dulu… kebetulan sudah mau habis…” jawab Dedy cemas sambil terus menghisap rokoknya.

        Seperti ditagih-tagih penagih utang, Dedy secepat kilat mencoba mencari-cari alasan bagaimana caranya untuk menjauhi Laloole ini supaya tidak ikut-ikut malu oleh ulah Loole yang satu ini. Dedy sangat tahu persis kalau memasuki area teras itu, dibolehkan memakai sendal. Kalau ada yang tidak memakai sendal, akan lansung ditahu kalau dia dari “kampung”.

“ fekahimba pa a gomiea tabakomuicu… basala dua doterlamba… / cepat kamu hisap rokokmu itu… jangan sampai kita terlambat…”

“ umbe… paindulumo wa a… / iya… silahkan duluan…” Dedy sambil menghisap asap terakhir dari rokoknya kemudian melemparnya.

        Setelah mematikan rokoknya, Dedy kemudian menyuruh Laloole untuk melanjutkan misinya kearah pintu utama bank. Ketika hendak memasuki teras, nampaknya Dedy tidak lansung membuka kedua sendalnya seperti yang dilakukan Laloole sebelumnya. Laloole pun heran kepada Dedy.

“ labu mina mali iyeya sandalimuicuaa…?? acanoa satpam tae wiseno ka ontoe… basala do usiriko…. / kenapa kamu tidak buka sendalmu…?? itu ada satpam didepan pintu… jangan sampai kamu diusir..”

“ teimo wa a.. paindulumo …koemo fekihi kanaua… / silahkan… duluan saja…. Tidak usah perdulikan saya …” jawab Dedy sambil menahan-nahan rasa malunya.

Karena Dedy sudah sangat khawatir dengan Laloole, dia kemudian mendekati Laloole dengan terburu-buru sambil berbisik,

“ ane nae inia Loole koe mepake bahasa Gu a.. basala dofokona maiyano see kampo… mina mohaea wae lalo maicua sapina ao mepakeno dasia ?? taa mepakemo Bahasa Indonesia… nae luara o maka da poalala o bahasa Gu… / kalau ditempat ini Loole jangan pake bahasa Gu… jangan sampai kita dikira orang kampung… kamu tidak lihat kah itu didalam ruangan, semua orang-orang berdasi ?? kamu cukup pake  Bahasa Indonesia saja… nanti diluar baru kita baku sikat pakai bahasa Gu…”

“ ooh… nengke naa a?? taa tenangmo hangkala…. !! / oh.. begitu rupanya?? Tenang saja kalau begitu….!!” Jawab Laloole seraya berbisik tanda mengerti kepada Dedy.

“ mengertiimo thoo?? / kamu sudah mengerti itu toh??”

“ iya Jhe…” jawab Laloole.

Medengar jawaban itu, Dedy sedikit tenang hatinya. Dedy kemudian menepuk bahu Laloole tanda telah percaya sepenuh hati kepada Laloole, lalu dengan senyum manis ala “sabangka”, Dedy kembali mempersilahkan Laloole melanjutkan misinya kearah pintu.

“koo masukmhy Loole…. Itu pintu didepanmu… tidak usah tunggu saya….”

“ iya …. Saya tau jhe” Loole menjawab dengan logat bahasa Indonesia versi Kendari.

Sementara itu di belakang Kantor Bank MANDIRI, pada jam itu, mahasiswa lain tengah panas-panasnya berdesak-desakkan untuk melakukan pendaftaraan ulang. Mereka calon-calon mahasiswa itu berdesak-desakkan bagai kambing antara satu dengan yang lain. Suara teriakan, tawa, amarah, bahkan suara makian menghiasi antrian calon-calon mahasiswa dibelakang Bank Mandiri.

Di halaman depan, tepatnya di depan Pintu Utama, masih tampak Dedy dan Loole dengan sangat sejuknya dan diterpa angin sepoi-sepoi hendak masuk pintu guna melakukan pendaftaraan ulang.

Setelah menyuruh Laloole kepintu dengan membiarkannya bertelanjang kaki, Dedy kembali menarik beberapa langkahnya kebelakang menjauhi Laloole. Dengan posisi tangan melipat, Dedy memandang Laloole yang hendak masuk pintu, dari belakang. Dedy memperhatikan Laloole dengan sangat hati-hati, seolah ingin menunjukkan kepada orang-orang ramai kalau Laloole itu bukan siapa-siapanya. Begitulah salahsatu cara Dedy membuat benteng pertahanan harga dirinya kalau-kalau Laloole melakukan kesalahan fatal yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Didepan Loole, telah terpampang mewah pintu masuk utama Bank yang terbuat dari kaca yang ukurannya cukup luas dibanding ukuran pintu-pintu yang pernah dilihatnya sebelumnya. “ka onto maka anoa iniee… kadopo ala bae kaontono lambu mania…tano konggila-nggila a… / pintu ini…beda sekali dengan pintu di rumahku… banyak sekali pantulan cahayanya” Laloole dalam hatinya. Laloole pun bingung bercampur heran dengan apa yang akan dibuatnya setelah itu. “bagaimana caranya dibuka ini pintu ?” pikir Loole. Sementara Dedy dari belakang berdoa dengan sepenuh jiwa agar Laloole tahu apa yang harus diperbuatnya sambil terus mempertahankan jarak dan posisi berdiri. “sio-siomo Loolea namande aane sao kahabunoa…? / mudah-mudahan Loole tahu apa yang mau diperbuat?” doa Dedy dalam hati.

“ bagaimana Dedy ?? kita langsung masuk dich??” tanya Loole dengan sedikit melogat sesuai saran Dedy.

“ oh iya, masukmy saja…” Dedy sambil tetap mempertahankan niat dan posisinya.

“ Dedy… kita masukmy saja sama-sama…”

“ oh… duluanmhy… saya takut-takut, masih ada sendalku sekarang saya pake…jangan sampai saya diusir”

“ ok kalau begitu…”

Dedy pun mundur lagi tiga langkah kebelakang. Sementara Laloole sudah berhadapan satu lawan satu dengan pintu sambil ditemani satpam yang ada di pojok pintu. Satpampun mengerutkan keningnya seolah bertanya-tanya, “ kenapa ini anak tidak pakai sendal, jangan-jangan mau minta sumbangan?” pikir satpam sambil kemudian memas ang posisi siap siaga. 

Laloole pun kemudian menarik pintu bank dengan santainya. Namun sungguh disayangkan, pintu yang ditarik oleh Loole itu nampaknya agak sangat keras untuk ditarik. Ditariknya ulang lagi pintu itu, hasilnya masih tetap sama. Masih saja agak keras dan belum terbuka. Loole lalu membalikkan wajahnya kebelakang memandang Dedy, sambil menggelengkan kepalanya seolah mengisyaratkan kepada Dedy kalau pintu itu telah dikunci dari dalam. Dedy pun membalas isyarat Loole dengan merebahkan kedua tangannya seolah ingin berkata, “mau diapa !!”.

“ Boss !! pintunya didorong Bossku” bisik satpam kepada Laloole dengan nada suara agak dipelankan sedikit.

“ oh …iya “ jawab Loole yang sedikit jatuh wibawanya.

        Melihat pemandangan itu, Dedy pun mulai panik. Ditariknya lagi langkahnya kebelakang dan makin menjauh sambil memandang Laloole dari jarak ± 6 meter. Tak lupa Dedy melihat banyaknya Nasabah yang ada dalam ruangan melalu pintu transparan yang mayoritas memakai dasi bagi laki-laki dan sepatu hak tinggi bagi perempuan. Namun tak kunjung juga dilihatnya ada mahasiswa didalamnya.

“ Labu mina bae mahasiswaa a baha wae laloaa?? Keleengkea mina dae buka a pendaftaran olo icua.. / kenapa tidak ada mahasiswa yang saya lihat didalam?? Jangan-jangan tidak ada pendaftaran hari ini…” Dedy mengira-ngira dalam hati.

        Setelah mendengar teguran dari satpam, Laloole berhenti menarik-narik pintu yang ditariknya dari tadi sambil kemudian menjatuhkan pandangannya kebawah sedikit. Dia mengangguk-nganggukan kepalanya tanda mengeti setelah membaca salah satu kata yang ada didekat pegangan pintu. “ DORONG” kurang lebih kata itulah yang dibacanya yang membuatnya mengangguk-ngangguk. “ohh…umbe…dosohoe gahaa a / oh..iya…didorong ternyata” komentar Laloole dalam hati.

Suasana Dalam Salahsatu Bank Mandiri di Kendari
Setelah membaca dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, lansung saja Laloole mendorong daun pintu sebelah kiri dengan menggunakan tangan kirinya. “ oohh… nocibakamo dosohoea… / ooh…sudah mulai terbuka pintunya kalau didorong” pikir Loole. Belum selesai melepaskan pegangan tangan kirinya pada daun pintu sebelah kiri, tiba-tiba tampak tangan kanannya ikut terayun dengan kakunya menuju kaca daun pintu sebelah kiri. Tangan kanannya tiba-tiba mengetuk daun pintu sebelah kiri sebanyak 5 ketukan dengan suara yang agak bervolume besar dan kedengaran kasar. “Tok tok tok tok tok…” kurang lebih nadanya seperti itu. Suasana menjadi hening setelah berlalunya suara ketukan itu. Loole memandang kedepan dengan kakunya. Tampak dari depan Laloole, dua lusin nasabah bank secara bersamaan mengalihkan pandangannya kearah Loole dengan pandangan “ibah” seolah-olah memandang Loole sebagai orang yang selalu datang dengan mapnya tiap hari tanpa memakai sendal. Untung ketika itu Loole tidak membawa “MAP”.  Loole pun bingung ketika dirinya menjadi pusat perhatian. Ditengah bingungnya, Laloole kemudian mengambil satu sikap yang mengagetkan Dedy. Dilepaskannya tangan kiri dan kanannya dari daun pintu kiri, lalu dengan nada dan volume yang agak keras, Laloole mengangkat suara didepan banyak mata yang memandangnya, sambil kemudian berkata, “ SALAM ALAIKUUUUUUM” sambil menundukkan kepala kepada seisi bank.

Dedy langsung lari sekencang-kencangnya menuju kearah perempatan dengan kecepatan sangat cepat seperti lebah yang dikejar anak panah sambil berpura-pura menunggu angkot yang datang. Ketika Laloole memanggil sambil berteriak dari jauh, “ DEDYeeee…oooo Dedy… maimo dopesuaaaaaanaaaa !!! / DEDY…oh Dedy…mari kita masuk !!!” Dedy tidak menjawab sama sekali apalagi mau berbalik, dia berpura-pura tidak mengenal sama sekali dengan orang yang namanya “LALOOLE”.


_SELESAI_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar