BAGIAN IV
LAJUMAILI
DAN KELUHANNYA
Telah banyak sikap Lajumaili yang
bisa diambil hikmahnya untuk kita contohi dalam tindakkan kita menjalani
hari-hari dalam hidup. Beberapa kisah Lajumaili yang sempat dipublikasikan
tentunya bukan dengan maksud meninggakan nama Lajumaili diantara banyaknya
remaja yang berada dalam wilayah Gu Lakudo. Hanya kebetulan saja, sosok
Lajumaili muncul dan menampakkan beberapa sikap dan tindakan yang menarik
pandangan maupun hati. Lajumaili sendiri kuanggap telah mewakili secara
menyeluruh karakter dari banyaknya remaja-remaja di Gu Lakudo yang sekarang
tengah antusiasnya menanti gilirannya menjadi dewasa.
Sebagai seorang remaja yang masih
labil jiwanya, yang masih tergoyahkan imannya, yang masih minim ilmunya tentang
duniawi, yang masih memandang yang umum adalah yang benar dan harus
diikuti, Lajumaili telah menjadi seorang
sosok yang telah banyak memberi saran dan kritik kepada siapapun yang
mengenalnya lewat banyak sikapnya yang spontan dan tanpa maksud mengakali.
Meskipun kita belum sempa tahu, apakah dia melakukan itu dalam keadaan sengaja
atau tidak, atau dalam kapasitasnya sebagai seorang panutan atau bukan?
Saya telah banyak mendengar dan
melihat langsung bagaimana kerasnya dan rutinnya remaja-remaja Gu Lakudo
melakukan latihan sepakbola di Lapangan Tangkalawa khususnya Lajumaili. Kadang
saya bertanya-tanya, untuk apa tiap hari pergi ketempat latihan kalau begitu
minim even yang diikuti, kalau tak ada upah yang diberikan untuk itu, atau
kalau tak ada masyarakat yang memperdulikannya. Membingungkan sekaligus
memutarkan otak memang. Tapi biarlah, menurut saya, hitung-hitung juga olahraga
demi kesehatan atau mungkin sekedar memenuhi dahaga hoby. Mungkin juga untuk
menyeimbangkan kesehatan, menangkal rokok dengan olahraga. Yang mengherankan
juga, bahwa ternyata, tidak ada jadwal tertulis untuk latihan itu, tapi masih
juga banyak yang berdatangan. Lebih menakjubkan, bahwa ternyata >90% dari
remaja-remaja yang rutin melakukan latihan sepakbola di Lapangan Tangkalawa,
telah memiliki sepatu bola masing-masing dari yang bermerk Rotan sampai yang
bermerek Adidas. Ini luar biasa, saya saja yang terakhir kali membeli sepatu
bola di Pasar Sentral RB harus mengorek isi kantong senilai Rp 110.000,- hanya untuk
membeli sepatu yang kurang terkenal merknya itupun sangat berat rasanya.
Bayangkan !!telah berapa sepatu yang tiap harinya datang di Lapangan Tangkalawa
untuk bergentayangan di lapangan, telah berapa pedagang sepatu yang telah
diuntungkan olehnya. Investasi seperti apa yang diharapkan oleh mereka (
Lajumaili dkk ) atas kerja keras, biaya, serta keringat yang telah dikeluarkan
untuk latihan rutin di lapangan? Mari renungi sejenak.
Meskipun Lajumaili diusianya
yang ke 18 tahun masih harus sangat
banyak mengambil contoh dan panutan dari para seniornya, terkhusus orang-orang
tua, namun Lajumaili telah juga menyandang status sebagai orang yang tercontoh.
Mereka yang menjadi juniornyalah yang
akan mengambil contoh dari Lajumaili ini. Bukankah orang akan cenderung
berpikiran bahwa yang pantas untuk dicontohi itu adalah mereka yang lebih
tualah, yang lebih banyak mencicipi garam dan asamnya kehidupan, yang tengah jauh
berproses untuk menjadi matang? Lajumaili telah sedikit memiliki itu. Lantas
bagaimanakah cara Lajumaili dalam sikapnya untuk bisa memberikan contoh yang
pantas ditiru, yang pantas untuk diwariskan kepada juniornya ? kalau ternyata,
ia Lajumaili mengambil contoh dan panutan dari mereka yang oleh Lajumaili pun bingung
dan terpaksa untuk mengikuti, hanya karena minimnya pengetahuannya dan dogma
yang mengajarkan bahwa yang tua bisa jadi selalu benar, bagaimana ia bisa yakin
telah memberikan contoh yang baik kepada para juniornya?
Setelah pertemuan dengan
Lajumaili ditahun 2012 , saya mencoba memaparkan beberapa kenyataan yang coba
dirangkaikan dengan lebih halus kedalam cerita hingga tulisan, yang dengan
harapan besar untuk dapat bermamfaat kepada pembaca.
Tanggal 19 Agustus 2012,
bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri yang 1433 H, merupakan hari yang sangat
dinanti-nantikan oleh mereka kaum muslimin sedunia. Bagaimanapun juga, dihari
itu, ummat islam sedunia merayakan dengan semangat hari kemenangan yang telah
sebulan lamanya dinanti sejak awal Ramadhan. Bagi masyarakat Gu Lakudo, shalat
Id di Lapangan Tangkalawa sudah merupakan tradisi sejak bertahun-tahun lamanya.
Suara takbir yang memanggil-manggil sejak ba’da shalat maghrib hingga pagi-pagi
buta, telah menghiasi malam dan pagi ummat islam Gu Lakudo dihari itu.
![]() |
| Shalat ID Berlangsung Sebagaimana Mestinya |
Tepat pukul 06:30-an, telah
banyak masyarakat yang berlalu lalang dijalan untuk sekedar menuju Lapangan
Tangkalawa guna melansungkan shalat Id tidak terkecuali Lajumaili. Jelas
terdengar dari radius 2 km, suara protokoler pertama dibulan suci Ramadhan (
Muhamad Yusuf ) memanggil-manggil mereka yang ingin terpanggil dirinya untuk
melaksanakan kebaikan dengan suara takbir yang seolah mengisyaratkan kalau hari
itu, dishalat Id, dia ( Muhamad Yususf )akan menjadi lagi seorang Protokoler
yang akan berkotek-ketok dihadapan ribuan jamaah shalat Id.
Jalannya shalat Id pun
berlangsung sebagaimana mestinya, meskipun malam sebelumnya, setelah shalat
maghrib, persiapan PHBI masih 25 % katanya diumumkan lewat masjid dihadapan
para jamaah.
Tanggal 20 Agustus 2012 adalah tanggal dimana mayoritas kaum muslimin
se-Indonesia telah seharinya melampaui
hari besarnya (Idul Fitri). Hari itu, sebagaimana biasanya, remaja
sekampung Gu Lakudo mayoritas tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan apa yang akan menyibukkan mereka dalam mengisi waktunya
untuk meramaikan suasana Lebaran, baik yang positif sampai yang negative yang tidak wajib atau bahkan meresahkan
masyarakat adanya.
Lajumaili, yang sedari beberapa
tahun silam telah merutinkan sore harinya dengan bermain hingga berlatih
sepakbola, terlihat begitu sibuk-sibuknya bersama kawan-kawan setanah dan satu
markas gode-godenya untuk melihat bagaimana dampak dan mamfaat dari apa yang
telah mereka rutinkan beberapa tahun silam itu. Mereka seolah ingin membuktikan
kalimat dari beberapa pujangga, “kerja keras adalah kunci kesuksesan.” Lagipula
Tuhan maha adil, mana mungkin Dia menjadikan sia-sia apa yang telah diusahakan
Lajumaili dkk. Lantas bagaimana cara Lajumaili untuk melihat hasil dari
latihannya selama ini?
Masih pada hari yang sama,
setelah selesai shalat ashar, Lajumaili dan kawan-kawan sekawanannya tampak
sibuk memilah dan memilih serta menunjuk dan menyebut nama masing-masing diatas gode-gode. Belum jelas memang apa yang
diperdebatkan. Banyak yang lalu lalang di seputaran rumah La ana (
Mukhlis) bertanya-tanya hingga
mengeluhkan aktifitas dari Lajumaili dan kawan-kawannya itu. “ doo hobo o ao ae
pa a kanaa nai andoa maicua?? / apa yang diributkan oleh anak-anak itu??” sapa
salah seorang pejalan kaki yang merasa
terusik telinganya oleh teriakan-terikan Lajumaili di atas gode-gode yang bagai
mantra kedengarannya.
Sampai beberapa jam lamanya,
situasi diskusi serupa terus berlangsung.
Lajumaili nampaknya tengah serius-seriusnya membahas masalah-masalah
nama klub sepakbola di forum itu, seperti ketika dulu di DELTA bersuara seluruh
jiwa dan raganya hingga tetesan air mata palsu terakhir memperjuangkan nama “Boby
Dum” untuk menjadi nama resmi organisasi meskipun akhirnya ditolak. Namun kali
ini beda, Lajumaili diforum gode-gode itu begitu tinggi superioritasnya, begitu
dipercaya oleh sekawanannya, begitu meyakinkan usianya sehingga menjatuhkan dan
menundukkan dagu kawan-kawannya yang lain yang masih lugu.
Setelah shalat magrib, ketika
itu, masih di tempat yang sama, saya secara tidak sengaja melintasi tempat itu
dengan maksud berpergian ke Markas DELTA. Sebelum sempat melewatkan Lajumaili
dan kawan-kawannya di gode-gode, saya menyempatkan diri untuk menghentikan
langkah sejenak lalu mengayunkan 5-10 langkah mendekati Lajumaili dkk.
“megauko ae Jumaili nae icua?? Ao kahame miu a…?? / apa kalian
bikin disitu jumaili?? Kelihatannya ramai sekali ..??”
“ yeiii… miinaa a..tangkanomo ta urusu klub mani inia … /
tidak juga… kami hanya mengurus klub kami ini….”jawab santai Lajumaili.
“ klub sao ae hampano??. meyangkafiko futsala ta u anoa inia
kha?? / Klub untuk apa?? Kalian hendak ikut lomba futsal ditahun ini??”
“ ooh……umbe pa a….. tae habu hua klub inia…. AFKER bae MOKODO
neanoa…. / ooh….. betul…. Kami buat dua klub….. AFKER dan MOKODO namanya….”
Santai Lajumaili.
“ umbe laaah??? La ae hampano manajer miua??? Kabilanga a
naoma doi bahi ane hua klub naa a…. / begitu yah?? Memangnya siapa manajer kalian?? Sepertinya akan
makan uang banyak kalau dibuat dua klub begitu...” tanyaku kembali kepada
Lajumaili.
“ mina bae manajer mania …. Hamboo dua nafokapusi-pusi dua
nedaando naaa aa…. Tabayara aomo wuto mani inia pa a…. dahumuhuane… muntaimo
dua hua mo onoa hewuaa,,ane dao hamee?? Palingan hua vulu hewu semiaea.. ane nakumoha, palingan namokapoe bapano Zaky
/ tidak ada manajer kami…. Masa mau dipusingkan sama hal begitu…. Kami bayar
sendiri lah…. Patungan… cuman dua ratus ribu juga….kalau ramai?? Paling seorang
hanya membayar dua puluh ribuan….kalau kurang, paling akan dicukupkan oleh
bapaknya Zaky” Jawab Lagi Lajumaili dengan semakin santai sambil menahan “anci”nya
(keringatnya ) yang semakin mengalir dikegelapan karena kelelahan
berkotek-kotek di atas gode-gode.
Terjawab sudah apa yang membuat
saya penasaran tentang keributan dan gosip apa yang ramai dibahas oleh mereka
diatas gode-gode. Rupa-rupanya mereka sedang membahas keiktusertaan mereka
dalam ajang pertandingan sepakbola yang mempeributkan hadiah yang lumayan
banyak tunainya kata mereka. Sempat terdengar dikumandangkan oleh Lajumaili
ketika itu, nama AFKER dan MOKODO. Awalnya dua nama ini sangat membingungkan,
namun setelah banyak bertanya, saya baru tahu kalau ternyata dari keseluruhan
jumlah Lajumaili dan kawan-kawannya digode-gode itu yang berjumlah belasan
orang,ternyata telah terbagi menjadi dua kubuh untuk keikutsertaan mereka dalam
ajang futsal cup. Satu kubu bernama AFKER dan yang lainnya bernama MOKODO.
Lajumaili sendiri masuk kedalam klub yang bernama AFKER, sementara penghuni
MOKODO diisi oleh Laoke, Laputeh dan yang lainnya.
Saya sempat bertanya-tanya dalam
diam tentang dua klub yang akan coba diikutssertakan oleh Lajumaili dan
kawan-kawannya ini, bukankah biaya pendaftaran untuk mengikuti ajang futsal tersebut
adalah tergolong mahal? Apalagi untuk seusia mereka. Lalu bagaiamana mereka
menjadikan urusan itu sebagai sesuatu yang mudah dan tidak terlalul bertel-tele
untuk dibahas?? Padahal mereka ( AFKER dan MOKODO) tidak memiliki manager sama
sekali ( sehari sebelum pertandingan, Klub AFKER baru bisa mendapatkan Manajer
). Sontak mengagetkan memang mendengar jawaban Lajumaili ini“ mina bae manajer mania …. Hamboo dua
nafokapusi-pusi dua nedaando naaa aa…. Tabayara ao wuto mani pa a….
dahumuhuane… muntaimo dua hua mo onoa hewuaa,,ane dao hamee?? Palingan hua vulu
hewu semiea.. / tidak ada manajer
kami…. Masa mau dipusingkan sama hal begitu…. Kami bayar sendiri lah….
Patungan… cuman dua ratus ribu juga….kalau ramai?? Paling seorang hanya
membayar dua puluh ribuan…..” Yang mengherankan hati adalah, bukankah AFKER dan
MOKODO adalah satu perkumpulan anak-anak remaja yang masih belia umurnya? Yang
belum berpendapatan tetap dalam penghasilannya.? Lantas bagaimana bisa mereka
begitu antusias dalam mengikuti ajang tersebut yang tidak ada jaminan
didalamnya untuk kembalinya uang yang mereka investasikan? ataukah mereka
bersusah-susah dalam keikutsertaan mereka dalam ajang tersebut untuk sekedar
melihat hasil latihannya selama ini?
Satu yang sepertinya ingin
ditunjukkan oleh Lajumaili dan kawan-kawan kepada saya malam itu, bahwa dalam
hidup ini, apabila kita jalankan dengan keyakinan disertai dengan ikhtiar apalagi dibarengi dengan doa,
maka yakin dan percaya, segala hambatan-hambatan yang menghadang didepan atau
yang mengincar dari belakang, akan sangat mudah
untuk dilewati. Meskipun biaya pendaftaraannya menyentuh angka Rp
200.000,- per klub, Lajumaili dan kawan-kawannya rupanya masih bisa saling
gotongroyong secara sukarela menyumbangkan uang mereka untuk sekedar melunasi biaya
pendaftaraan.
Kejadian itu mengingatkan saya kepada satu
kutipan dari “Ippho Santosa” salah seorang penulis muda yang sangat terkenal
dibelantara penulis mudah Indonesia,
“ Sukses itu berawal dari mimpi, keyakinan adalah kuncinya,
action adalah pintunya.”
Rasa-rasanya, secara tidak sadar,
Lajumaili dan kawan-kawannya telah jauh mengaplikasikan apa isi dari kalimat
ini. Bermimpi untuk menjuarai ajang tersebut, yakin dengan kemampuan mereka,
dan langsung tancap gas untuk mendaftar, itulah yang dengan yakinnya saya
katakan, “bahwa suatu saat Lajumaili dan kawan-kawan dapat berbicra banyak
diajang tersebut, terlepas dari kuatnya dan tangguhnya lawan-lawan yang akan
mereka hadapi nantinya.” Inilah Lajumaili, Meskipun ketika itu mereka belum
berpikir siapa nanti yang akan menjamin adanya aqua dan extra joss di lapangan
ketika bermain, toh rupanya bukan menjadi persoalan yang berasa bagi mereka.
kalaupun tidak ada aqua dipinggir lapangan, kan masih banyak air PAM didekat
lapangan, lebih-lebih air sumur.
Beberapa menit lamanya, saya
sempat terperangah sampai terbelalak menyaksikan kekompakkan Lajumaili dan
kawan-kawan. Saya mulai berpikir, bukankah Lajumaili dan kawan-kawannya di
gode-gode ini berasal dari sekolah yang berbeda? Ada yang berasal dari SMP,
MTs,SMA, bahkan MA. Lajumaili sendiri adalah alumni dari SMA, sempat mencicipi
bangku MA sebelumnya. Kawan-kawannya di gode-gode itu, banyak yang masih duduk
dibangku sekolah SMA dan MA. Hanya segelintir saja yang masih duduk dibangku
SMP ataupun MTs. Bagaimana mungkin mereka bisa menyatu hingga menghasilkan
kekompakkan yang cukup fenomenal di mata saya. Sayapun bertanya,
“ Laoke bae Laputeh inia nomaiao o see SMA laah Jumaili?? /
Laoke dengan Laputeh ini berasal dari SMA yah Jumaili ??”
“ooh .. umbee pa a… vee mie inia sumikolahno see SMA a, nando
sumikolahno dua see aliyah a. / oooh… iya… berapa orang ini yang dari SMA, dan
beberapa juga yang dari Aliyah” jawab santai Lajumaili selaku alumni.
“na amai popande-pande aokooahuu?? Kabilanga a dopo antia
maicua hua sekolahno inia ane agustus bae penerimaan siswa baru kolowua…?? /
dimana kalian bisa saling kenal ?? perasaan
dua sekolah ini saling membelakangi kalau moment agustus dan moment
penerimaan siswa baru ??”
“tapo pande-pande ao wae gode-godeini pa a … paena mungki dapo
pande-pande ao wae kalasi !!... eehhh…noseruuahu ane dopoanti-anti pedaa maicua
… Ndo kamokula i pa a sao mohobonoa… insiiwoodi inia tado pokalaa-lambumo ane
agustus maicua … / kita saling kenalnya lewat Gode-gode ini… mana mungkin saling
kenal lewat kelas…!!! Hmm… bagi saya seru kalau mereka ( Instansi Pendidikan )
saling membelakangi begitu… orang-orang tua juga yang akan ribut… kita (Laoke
dan kawan-kawan) itu hanya tahunya main saja kalau moment agustus itu….” Jawab
Lajumaili sambil mengenang kesunyian agustus beberapa tahun silam.
“kalencunoa hampano seta u noicua nobahi kegiatano agustusa
kaah?? Kabilanga na umanga toha a dapotakaia hua sikolano inia ?? / memangnya
tahun lalu banyak kegiatan-kegiatan agustusan kah?? Kalau memang begitu,
sepertinya akan banyak yang konflik dari dua sekolah ini ??” sedikit memancing
Lajumaili.
“ kegiatan ae baha… hua ta u moa inia tangkonomo me
Paskibrakanoa kawohakuaa rumepono wae agustus wa a… ambadhoa namada
nabertepatan agustus bae ramadhan maicu pa a maka nanumaando kegitan agustusa…
koo alulusumoahuu indidia… / kegiatan omong kosong… dua tahun ini hanya mereka
yang ikut Paskibraka saja yang saya lihat repot di acara agustus… katanya nanti
setelah selesai agustus bertepatan dengan Ramadhan baru ada kegiatan
agustus-an… saya kan sudah lulus kalau
begitu…” Lajumaili dengan nada agak sedikit sangat kecewa.
| Upacara Pengibaran Bendera: Kegiatan yang Tersisa Beberapa Tahun Ini |
Ditengah galaunya Lajumaili kala
itu, diam-diam, saya coba bandingkan apa yang dilakukan oleh Lajumaili dan
kawan-kawannya ini dengan banyak lembaga dan instansi di Gu Lakudo baik lembaga
pemerintahan, maupun instansi pendidikan . Kalau Lajumaili dan kawan-kawannya
bisa saling tolong menolong dan kompak bekerjasama dalam keterlibatan mereka
dalam kemeriahan ajang futsal disuasana Idul fitri, kenapa pihak terkait,
ketika tahun 2010 hingga 2012 tidak mampu untuk memeriahkan detik-detik
kemerdekaan Republik Indonesia dengan satu saja kegiatan perlombaan yang
bernilai positif? Bukankah diseantero Nusantara dihari itu hampir seluruh
wilayahnya berbondong-bondong untuk mendirikan berbagai kegiatan yang besar
hingga unik, hanya untuk kemeriahan detik-detik proklamasi? Dengan segala
keterbatasannya malah. Tapi ditahun itu, Kecamatan Lakudo yang beribukotakan Gu,
hanya bisa memeriahkan Hari Kemerdekaan Indonesia dengan Upacara Pengibaran
Bendera di pagi hari dan Upacara Penurunan Bendera disore harinya. Sekedar
memenuhi kewajiban berbangsa dan bernegara katanya. Vakum memang atau
bagaimana, atau kurang ide, atau terlalu sulit mengkoordinir mereka yang seharusnya
bisa dikoodinir?
Salah satu alasannya yang sangat
kuat katanya dan diterima oleh khalayak ramai adalah karena ditahun itu, untuk
memeriahkan dan mengisi detik-detik hari kemerdekaan Indonesia, kabarnya dari Kecamatan
Lakudo masih berbenturan dengan yang namanya Ramadhan. Hanya karena Ramadhan,
berbagai kegiatan yang ditahun-tahun sebelumnya rutin diadakan, ketika 2010
hingga 2012 divakumkan begitu saja. Bukankah itu namanya kurang kreatif ?
Ramadhan itu kan bulan penuh berkah dan hikmah, harusnya jangan dijadikan
“kambing hitam” dalam ketidakpedulian, “kambing hitam” saja masih rindu dengan
yang namanya kemeriahan.
Disitu, dibulan ramadhan, bulan
dimana “setan-setan” dan kawan-kawan sekawanannya dirantai dan diikat supaya
tidak banyak menggombali manusia, justru harusnya menjadi moment yang pass
untuk mentaatkan para peserta kegiatan yang biasanya tidak taat diluar bulan
Ramadhan. Kalau tidak mau dibilang tidak kreatif, minimal tidak kan bisa adakan
saja lomba panjat pinang, hadiahnya yang ada dipucuk pinangnya kan ada
“setan-setan” yang dirantai, diatasnya ada hadiah lain semisal; sepeda dan
kulkas.
Keberadaan kegiatan untuk
kemeriahan detik-detik proklamasi dikhawatirkan dan ditakutkan bisa mengganggu
aktivitas umat islam dalam menjalankan ibadah puasa dibulan ramadhan,
dikarenakan mungkin kegiatannya berhubungan dengan fisik dan kebugaran sehingga
memeras energi dan kekuatan pesertanya, begitulah salahsatu alasan yang cukup
rasional yang sempat terdengarkan gaungnya ketelinga semua pihak. Kemeriahan
tidak sertamerta harus diisi dengan kegiatan yang menguras energi. Lagipula
tidak ada aturan yang mewajibkan dari pemerintah untuk mengisi detik-detik
proklamasi dengan kegiatan yang bernuansa PON atau OLIMPIADE. Lomba angkat besi
kan tidak perlu diadakan, lagipula mau ambil dimana besinya? Tidak mesti harus
kegiatan yang sama tiap tahunnya. Kalau masih bingung, Kenapa tidak diadakan
saja kegiatan yang bernuansa keagamaan atau keislaman? Kegiatan keagamaan lebih
condong bersifat artistik dan intelektual, sehingga peluang untuk terkurasnya
keringat peserta bisa diminimalkan atau bahkan tidak ada. Kalaupun ada,
keringat dinginlah yang tercucur dari kulit peserta.
Bukankah ramadhan akan lebih berkah jika diisi
dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa keagamaan ? Lagipula, bukan hanya
orang-orang yang mengisi Ramadhan dengan kegiatan positif saja yang mendapat
keberkahan, bahkan kampungnya pun akan ikut berkah. Sebagaimana salahsatu
kalimat yang pernah muncul TV One, “Kalau bulan ramadhan diisi dengan yang
positif, ‘ setan dan telur-telurnya ‘pun akan takut bergentayangan diwilayah
itu.” Alangkah akan sangat berdampak positifnya bila kegiatan-kegiatan
perlombaan yang bernuansa keagamaan bisa dilaksanakan dimoment detik-detik
Proklamasi di bulan Ramadhan.
Meskipun telah banyak masukan dan
saran terkait kegiatan bernuansa keagamaan atau keislaman di Kecamatan Lakudo
yang dilontarkan oleh berbagai pihak, namun untuk terealisasinya bukanlah hal yang mudah. Ternyata untuk
mewujudkan kegiatan keagamaan tersebut, akan mendapat hambatanan yang cukup
serius yang berupa tarik-ulur
kepentingan dari beberapa kubuh. Mungkin karena
adanya dua kubu instansi pendidikan di Kecamatan Lakudo yang saling
tidak senang melihat yang lainnya unggul. “Ane damoehe kegiatan keagamaan nedanndo
naa a, koo tada mala i yo sikolah agama laidi pialanoa…!! / kalau diadakan
kegiatan keagamaan seperti itu, justru sekolah keagamaanlah yang akan rebut
pialanya…!! ,” salah satu komentar yang sempat muncul di salahsatu pos
perkumpulan samping Balai Kelurahan ketika awal juli 2010. Bisa ditangkap
memang apa maksud dari isi komentar tersebut.
Dari komentar tersebut pula,
semakin menegaskan kepada kita, bahwa tidak hanya masyarakatnyalah yang terkotak-kotak
hingga saling membelakangi, bahkan ternyata instansi pendidikan ( lebih
tepatnya oknum yang melenceng) yang seharusnya bisa memberi contoh yang lebih
mendidik kepada Lajumaili dan kawan-kawannya justru mengotakkan diri
masing-masing kedalam dua kubu besar yang padahal memiliki fungsi yang sama
yaitu memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Maka dari sinilah
terungkap, kegiatan yang bernuansa keagamaan untuk mengisi detik-detik
Kemerdekaan Republik Indonesia dibulan Ramadhan ditiadakan, karena
dikhawatirkan akan menguntungkan pihak yang satu dan tidak menguntungkan kepada
pihak yang lain.
Satu lagi yang lebih mengherankan
dengan begitu banyaknya dalih yang ada. Seandainya alasan minim hingga vakumnya
kegiatan memeriahkan Proklamasi masih karena ramadhan, lantas kenapa bisa
ditahun 2009 ( awal ramadhan jatuh pada akhir-akhir bulan agustus ) porsi
kegiatan untuk tingkat desa/kelurahan
sangat-sangat minim? Faktor kemalasankah, tidak ada anggarankah, tidak
siapnya panitiakah, atau karena ditahun itu bertepatan dengan kepentingan PEMILU
??? Lajumailipun rupanya ikut bingung diatas gode-gode jika memikirkannya
bahkan kalau perlu akan menggeleng-gelengkan kepalanya sebanyak tiga kali.
Malam mulai
menunjukkan pukul 20:40 WITA, cukup lama waktu yang saya gunakan untuk mampir
di gode-gode tempat Lajumaili dan kawan-kawannya berdiskusi. Sampai-sampai saya
lupa kalau tujuan awal keluar dimalam itu adalah untuk menuju ke Markas DELTA
dalam rangka nge-gosip bersama Laaipo dan Takeshi ( Ketua Delta ). Sedari
selesai shalat maghrib kala itu, Lajumaili dan kawan-kawannya duduk
berteriak-teriak depan rumah La Ana ( Mukhlis ) demi masa depan persepakbolaan
mereka. Menyandang status sebagai seorang lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, rupanya Lajumaili menyimpan banyak
keluhan dan kekecewaan ketika dulu masih menjadi siswa. Keluhannya itupun
sebagian diluapkan diatas gode-gode depan rumah La Ana, hingga terpaku mereka
yang mendengarkannya ( termasuk saya sendiri). Setelah puas mendengarkan, saya pun
pamit untuk berangkat menuju Markas DELTA.
Dalam perjalanan
menuju Markas DELTA, beberapa info penting sampai keluhan tingkat tinggi, telah
terserap kedalam pikirin saya lewat informasi yang dikeluarkan oleh Lajumaili
dari mulut manisnya. Ada begitu banyak keluhan Lajumaili mengenai ketiadaan
kegiatan Agustus ketika dulu masih menjadi siswa. Lajumaili sangat menyesalkan
masa-masanya di bangku sekolah. “ Taa dua alulusumoa bela mina bae kegiatana
agustus hua ta uinia,,, lateea ka asi noa nga ananti-nantiea ae yangkafi golua
sao abela sikolakua… / sampe saya luluspun tidak kegiatan dalam dua tahun ini…
padahal saya sangat menanti-nanti ikut dalam lomba sepakbola untuk membela
sekolahku.” Mungkin keluhan ini yang sempat tersirat dalam raut wajah Lajumaili
ketika bercerita diatas gode-gode.
![]() |
| BEBERAPA FOTO KEMERIAHAN AGUSTUSAN-AN TAHUN 2008-2010 |
Mewakili
Lajumaili, semoga saja keluhan ini dapat terdengarkan atau terpantaukan oleh
mereka yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan eksistensi
kegiatan memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibulan
agustus khususnya Kecamatan Lakudo. Jangan sampai akan banyak anak sekolah yang
merasa tidak tersalurkan bakatnya dengan tidak adanya wadah seperti perlombaan
positif memeriahkan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Berkaca dari
Lajumaili dan kawan-kawannya, tentang semangat dan ikhtiar yang mereka terapkan
dalam kehidupan mereka, tentang memeriahkan, tentang harapan adanya kegiatan
positif. Janganlah perbedaan ( dua Instansi Pendidikan) menjadikan terpecah
belah. Janganlah moment detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dijadikan
sebagai moment untuk menjatuhkan antar kubuh ( instansi pendidikan). Bukankah
Lajumaili dan kawan-kawannya bisa bersatu dan kompak dalam perbedaan. Oleh
Lajumaili, semoga tahun-tahun mendatang, apa yang menjadi harapannya ini bisa
terdengarkan hingga terealisasikan.
BERSAMBUNG . . .



Tidak ada komentar:
Posting Komentar