GADIS MATAOLEO
Assalamu alaikum
warahmatullah… terdengar jelas suara dari Imam masjid besar: Lamaenda, baru
saja menuntaskan rakaat terakhir dari shalat witir. Sejurus kemudian ratusan
jamaah masjid sidang terawih berhambur hingga meluber keluar masjid menuju tempat peraduannya
masing-masing. Bagi anggota-anggota MABES, kembali ke Markas usai shalat terawih
sudah menjadi ritual yang mereka anggap telah menjadi kewajiban. Markas MABES
pun akhirnya kembali ramai, tiga kali lebih ramai dari sebelumnya. Ini karena,
ketika ba’da isya, sebagian anggota-anggota MABES lainnya juga sedang sibuk
dengan banyak aktifitas rahasia mereka. Saya dari lending, pengakuan salah seorang dari mereka yang baru tiba. Atau,
saya baru saja shotting. Paling
parah, saya dari belakang Masjing,beragam
jawaban dari mereka yang baru saja tiba tepat usai sholat terawih.
Sudah satu jam berlalu,
aktifitas di tempat itu masih monoton. Main domino, dengar musik, curhat,
menggosip dan banyak aktifitas monoton lainnya untuk menghilangkan rasa jenuh
di malam itu. Caesar masih belum juga datang meramaikan Markas itu. Ah,
barangkali malam ini Caesar tidak akan datang. Pikir beberapa orang dari
mereka.
Sambil mengharap
kedatangan dari Caesar, dari jauh, muncul satu lagi sosok anggota MABES
lainnya. Dia muncul dari arah Mataoleo[1]
dengan mengenakan celana panjang berwarna hitam dengan gaya tegapnyadan jalannya
yang maskulin bergerak mendekat menuju Markas MABES.
“ kenapa kamu baru
muncul, Alan?” tanya Andi.
“ biasa toh!”
“ lending?”
“ saya dari rumah,
Andi!”
“ apa di bikin di rumah?
Saya pikir, kalau seperti itu kamu lebih mirip seorang gadis yang dipingit[2].”
“ saya hanya singgah
nonton saja di rumah.”
“ OVJ ( Opera Van Java
)?”
“ bukan, KCB ( Ketika
Cinta Bertasbih ),” jawab santai Alan. “ biasalah, sinetron paling populer di
lingkup kita, MABES.”
“ sinetron KCB sudah
bersambung?”
“ Dramatis!” jawab Alan.
“ Tokoh Protagonis dan Pemeran pembantu akhirnya pisah juga. Dari sudut dermaga
mereka saling mengucapkan kata-kata perpisahan dan masing-masing mereka harus
ikhlas melepas yang lainnya untuk keselamatan dunia dan akhiratnya.” Penjelasan
Alan yang baru saja menyaksikan satu episode bersambung dari sinetron KCB.
“ jadi, kamu tahu
seluruh rangkaian cerita yang baru kamu tonton barusan?”
“ iya, sangat tahu,
bahkan saya hafal tempat mereka beradu akting. Lagipula, biarpun kita seorang
laki-laki bukan berarti dengan menonton film itu kita akan lebih terlihat
seperti perempuan. Saya hanya merasa ketika saya menonton film manja nan
romantis seperti itu dan saya bisa menarik pesan tersiratnya, maka saya boleh
berbanggalah menjadi seorang manusia.”
“ ha ha ha… saya lihat
sekarang kamu sudah mulai kelihatan mirip dengan Caesar.”
“ maksudnya?” tanya
Alan.
“ iya, kalian sama-sama
suka menonton sinetron KCB di malam bulan Ramadhan dan seringkali melalaikan
shalat sunnah terawih.
“ tidak setiap hari lah
kalau saya!”
“ oh…”
Tiba-tiba mata Alan
langsung menusuk tajam pada satu sosok manusia yang ada di salahsatu satu sudut
gode-gode dengan pose sedang duduk menjepit kedua lututnya sambil tertawa-tawa
sendiri setiap kali membaca balasan sms yang masuk di Hpnya.
Alan hanya tersenyum
tipis melihat pemandangan itu. Alasannya, malam-malam sebelumnya, dia juga
sering menemani La Otde kala La Otde harus membalas sms yang masuk di Hpnya.
Alan mendekat beberapa
jengkal di dekat La Otde. “ bagaimana?” kata Alan. “ sms itu, apakah dari dia?”
“ baca saja sendiri!”
kata La Otde lalu menunjukkan sms di Hpnya pada Alan. “ seperti biasa ‘kan?”
“ apa tidak apa-apa
kalau kita seperti ini terus?”
“ maksudnya?”
“ kamu sudahi dulu untuk
mengerjai Caesar dengan mengaku-ngaku sebagai gadis belia usia 18 tahun!”
“ Caesar tidak akan
pernah marah kalau dia tidak tahu kalau-kalau nomor ini milik saya.Kalaupun dia
akhirnya tahu, dia tidak akan marah sama sekali. Hanya saja, mungkin
memendamnya dalam hati…dan untuk beberapa lama, marahnya itu akan redah dengan
sendirinya. Seperti hujan yang membadai tiada selamanya dia akan seperti itu.
Atau… seperti banyak pepatah mengatakan ‘Anjing menggonggong, pastilah
berlalu.”
“ mungkin maksudmu,
kafila?”
“ ah, tidak masalah!
Intinya dia akan redah dengan sendirinya.”
Alan lalu dibuat sedikit
terkaget setelah HP milik La Otde yang di pegangnya bergetar: pertanda ada satu
pesan baru yang masuk.
“ barangkali ini balasan
dari dia,” kata Alan yang lalu membaca nama yang tertera pada bagian atas pesan
masuk itu. “ Caesar Mabes… ha ha ha.
Betul sekali dugaanku.”
Setelah itu La Otde yang
dengan perannya dalam sms itu sebagai seorang gadis beliau umur 18 tahun
membalas sms itu. Sampai beberapa kali balas-membalas sms itu di lakukan.
“
kita ketemu dimana?” balas Caesar.
“
di rumahku saja!”
“
rumahmu dimana? Saya tidak tahu kamu siapa”
“
di Mataole, di samping lapangan badminton. Saya tunggu sekarang!”
“
nama kamu?”
“
nanti juga tahu sendiri, yang penting kamunya datang saja dulu!”
“
di samping rumahku saja!” balas Caesar memaksa.
“
mau ketemu atau tidak?”
“
di samping rumahku, pokoknya!”sekali lagi memaksa.
“
tidak usah kalau begitu!”
“
oke, di samping lapangan badminton!” Caesar menyerah.
“ ha ha ha…” tawa Alan dan La Otde pecah juga rupanya.
“ bagaimana kalau dia
jadi datang?” tanya Alan kepada La Otde.
“ oh, soal itu.” Sambil
berpikir sesaat. “ nanti saya sms… saya katakan saja sama dia kalau saya tidak
jadi keluar karena ibu saya melarang.” Sambil merebahkan tangannya. “ gampang
‘kan ya?”
“ terserah kamu saja
lah!” kata Alan.
Ha ha ha… mereka lalu
tertawa bersama-sama membayangkan Caesar yang datang menuju lapangan Badminton
lalu sesampainya di sana tidak ada sama sekali orang yang dia temui.Pasti dia akan langsung pulang menuju Markas
dan bercerita perihal pertemuannya dengan gadis usia 18 tahun sebagai
pengagumnya yang meminta untuk ditemui.
Suasana kembali tenang
sesaat antara Alan dan La Otde. Dan setelah itu tak ada percakapan lagi. Suara
hentakan keras kartu domino Dobol Enam
terdengar begitu keras menghujam alas papan tripleks. Bantingan itu berasal
dari Abang Phyton. Bunyi musik yang diputar oleh Farlin pun kini semakin
terdengar jelas di telinga Alan. Dia baru menyadari kalau jumlah yang hadir
saat itu lumayan banyak untuk ukuran gode-gode yang mereka gunakan sebagai
markas. Kemudian di arahkannya pandangannya pada sosok lelaki yang memojok dan
memisahkan diri dari rombongan dalam posisi sedang memegang dengan serius HP
milik Abang Phyton sambil kesulitan mengatur pola nafasnya: Laade, orang itu.
“ kamu sedang nonton
apa, Laade.”
“ bukan apa-apa.” Lalu
memperbaiki posisi resleting celananya.
“ ini hanya video lucu-lucu yang baru di-download
Abang Phyton.”
“ oh,” lalu bergerak
cepat menerobos kerumunan mendekati Laade sembari numpang untuk menonton video
lucu seperti kata Laade. “ apa judul video ini?” Tanya Alan setelah mendapat
posisi yang mantap.
“ PERBAIKI LISTRIK.”
Jawab Laade cepat. “ jangan lupa, resleting
celanamu dilonggarkan.”
“ ha ha ha… ternyata...”
Lalu Alan memilih diam dan ikut fokus menyaksikan video bersama Laade.
Sekitaran beberapa menit
mereka memojok berdua di salahsatu sudut gode-gode, tanpa suara, minim gerakan,
dan penuh ketenangan. Mereka kelihatan terkonsentrasi penuh mengamati dan
mengawasi setiap gerak yang terpantau dalam Hp itu.
“ ehm… Ingat dengan
bulan suci Ramadhan,” teriak La Otde dari sudut sebelah dengan keras. “ jangan
sampai bernajis ini Markas!”
Laade dan Alan hanya
terdiam, tak menanggapi dari seruan La Otde. Alan makin terfokus dibuatnya. Lagipula saya masih hafal do’a mandi Junub.
***
Bersambung...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar